Pemprov NTB menargetkan masalah kekerdilan selesai pada 2023

id NTB,Stunting,Target Stunting,Pemprov NTB,Dinas Kesehatan NTB

Pemprov NTB menargetkan masalah kekerdilan selesai pada 2023

Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat (NTB), dr. Nurhandini Eka Dewi. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menargetkan penyelesaian masalah terkait dengan kekerdilan di daerah itu pada 2023.

Kepala Dinas Kesehatan NTB dr. Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Jumat, mengatakan selain kekerdilan, NTB juga meneruskan gerakan revitalisasi posyandu menjadi posyandu keluarga dan posyandu mandiri sebagai unit yang menangani berbagai permasalahan kesehatan hingga sosial budaya dan ekonomi masyarakat di desa dan dusun.

"'Stunting' (kekerdilan) kini menjadi salah satu prioritas yang ditangani pemerintah secara nasional, termasuk di NTB sehingga ditargetkan masalah 'stunting' tersebut sudah tuntas tahun 2023," ujarnya.

Ia menjelaskan untuk memperkuat rencana tersebut, pemerintah daerah telah menyiapkan dukungan alokasi anggaran yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp103,6 miliar pada 2020. Alokasi anggaran itu tersebar di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan instansi lainnya sebagai penanggungjawab kegiatan.

"Makanya kami optimis akan dapat menuntaskan program pemberantasan 'stunting' dan revitaliasi posyandu dari berbagai aspek," katanya.

Untuk menyukseskan target tersebut, pihaknya bersama Kepala Bappeda NTB dan para kepala OPD serta akademisi dan lembaga swadaya masyarakat lainnya menyepakati pentingnya penanganan kekerdilan dan pembangunan kesehatan dengan cara berbagi peran dari seluruh pemangku kepentingan terkait.

"Semua instansi harus bergerak bersama dengan cara berbagi peran. Termasuk, perlu dipetakan semua faktor penyebab dan risikonya, sehingga penanganan kasus 'stunting' yang berbeda di setiap daerah dapat ditemukan solusi terbaiknya," ucapnya.

Ia mencontohkan kerja sama antara OPD tersebut, Dinas PUPR misalnya, memfokuskan anggaran kekerdilan dalam hal menyiapkan infrastruktur sanitasi yang baik. Scara akademis, sanitasi yang buruk sebagai salah satu penyebab kasus itu.

Program intervensi yang serupa juga dikerjakan oleh Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik yang sesuai fungsinya, kini tengah membangun aplikasi dan basis data penanganan kekerdilan secara keseluruhan.

Dengan demikian, katanya, didapatkan data pasti mengenai penderita kekerdilan sekaligus objek pelayanan kesehatan secara komprehensif dalam posyandu keluarga di seluruh NTB.

"Sinergi dan kebersamaan harus dibangun dengan koordinasi dan program," kata mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah tersebut.

Ia juga menambahkan perlu adanya pemahaman bersama dan pendekatan yang lebih detail di OPD lingkup pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar dapat ditemukan pola penyebab dan cara menangani kasus kekerdilan yang efektif maupun penyelenggaraan posyandu keluarga sehingga mudah merencanakan dan mengeksekusi program program intervensi yang diperlukan.

Menurut data Dinkes Provinsi NTB, saat ini NTB memiliki 169 puskesmas yang tersebar di 10 kabupaten/kota. NTB juga memiliki 7.294 posyandu, sedangkan posyandu berbasis PAUD 215, posyandu pratama 308, posyandu madya 3.052, posyandu purnama 3.640, posyandu mandiri 474, posbindu 1.259, posyandu remaja 842, posyandu lansia 1.465. Posyandu berbasis bank sampah 47 dan yang sudah menjadi posyandu keluarga 904 unit.

Kepala Bidang Pendidikan dan Kesehatan Bappeda NTB Taufik Hari Suryanto menegaskan pelibatan akademisi dan LSM dalam penanganan masalah itu sebagai tepat karena kalangan itu memiliki data riset yang lebih konprehensif dan mendalam tentang kekerdilan maupun kesehatan masyarakat secara umum.

"Ini dapat membantu percepatan program revitalisasi posyandu sebagai program unggulan maupun penanganan 'stunting'," katanya.