Seorang guru di Garut meninggal dunia saat isi rapor elektronik

id Guru, garut, smpn pangatikan, e rapor

Seorang guru di Garut meninggal dunia saat isi rapor elektronik

Mobil ambulans membawa jenazah seorang guru yang meninggal dunia saat mengisi rapor di SMP Negeri 2 Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (16/12/2019). ANTARA/HO SMPN 1 Pangatikan

Garut (ANTARA) - Seorang guru Yusup (58) yang meninggal dunia saat mengisi rapor elektronik di SMP Negeri 2 Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (16/12) dikenal sebagai guru baik yang selalu menjadi contoh bagi guru lainnya.

"Sebelum meninggal, beliau banyak sedekah. Orangnya rajin dan sangat patut ditiru," kata Kepala SMPN 2 Pangatikan, Juhanda kepada wartawan di Garut, Selasa.

Ia menuturkan, almarhum Yusuf menjabat sebagai guru sekaligus Wakil Kepala SMP Negeri 2 Pangatikan yang meninggal saat bertugas mengisi rapor siswa menjelang akhir semester.

Almarhum, kata dia, dalam kondisi sakit memaksakan diri untuk pergi ke sekolah karena ada tugas yang harus diselesaikan menjelang akhir semester yakni mengisi rapor secara elektronik.

"Empat hari enggak ke sekolah, Minggu malam telepon, katanya siap ke sekolah hari Senin, soalnya harus cepat diisi e-rapornya," kata Juhanda.

Namun saat mengisi rapor itu, kata Juhanda, Yusuf yang diriwayatkan sakit lambung itu meninggal di ruangan kepala sekolah, kemudian digendong oleh operator SMPN 1 Pangatikan untuk dibawa ke rumah sakit.

Juhanda mengaku kehilangan sosok guru teladan juga perintis SMP Negeri 2 Pangatikan itu yang memiliki karakter rendah hati, bahkan beberapa kali menolak saat ditawari jabatan menjadi kepala sekolah.

"Beliau meninggal seorang istri dan empat anak," katanya.

Sementara itu, momentum akhir semester menjadi kesibukan para guru untuk menilai hasil ujian para siswanya, kemudian memasukan nilai siswa satu per satu ke rapor.

Sistem kerja memasukan nilai tersebut sempat dikeluhkan sejumlah guru di Garut yang harus begadang untuk mengejar batas waktu pengisian nilai rapor.

Seorang guru di Garut, Nani (56) mengatakan, selama beberapa hari terus disibukan memeriksa hasil ujian siswa, kemudian dimasukan nilainya ke rapor masing-masing siswa.

"Saya seringkali harus tidur malam, karena banyaknya rapor yang harus diisi dan dikejar waktu," kata Nani.