Disperkim Mataram akan pugar 600 rumah tak layak huni

id disperkim,pugar,RTLH

Disperkim Mataram akan pugar 600 rumah tak layak huni

Ilustrasi - Salah satu sudut permukiman kumuh di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. (ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, tahun ini akan memugar sebanyak 600 unit rumah tidak layak huni yang ada di kota ini.

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Kamis, mengatakan sebanyak 600 unit rumah tersebut merupakan sebagian yang sudah divalidasi dari total usulan yang sudah masuk sebanyak 1.600 unit.

"Sisanya masih kami lakukan validasi di lapangan untuk memastikan apakah rumah tersebut memenuhi kriteria untuk dipugar atau tidak. Termasuk, rumah yang rusak akibat gempa bumi 2018 dan belum terakomodasi bantuan," katanya.

Menurutnya, untuk kegiatan pemugaran rumah tidak layak huni (RTLH) tahun 2020, dengan menyasar 600 rumah akan dilaksanakan dengan menggunakan dana dari pemerintah pusat.

Dengan ketentuan satu unit rumah atau satu kepala keluarga (KK) mendapatkan bantuan sebesar Rp17.500. Dengan asumsi, Rp15 juta untuk pembelian bahan bangunan dan sisanya Rp2,5 juta untuk ongkos tukang.

"Dengan demikian, program pemugaran bisa rampung sekaligus tidak terkendala ongkos tukang, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu," katanya.

Selain akan melaksanakan program pemugaran RTLH dengan menggunakan anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat, Disperkim juga melaksanakan program serupa dengan menggunakan anggaran pendamping dari APBD Kota Mataram.

"Kita telah siapkan anggaran Rp400 juta untuk komponen kegiatan sebesar Rp200 juta untuk pemugaran RTLH dan program pembangunan rumah baru kepada masyarakat miskin dengan bantuan satu KK Rp30 juta," katanya.

Program pembangunan rumah baru bagi warga miskin, katanya, seperti program bedah rumah. Jadi masyarakat tinggal menerima kunci rumah baru.

Program pembangunan rumah baru itu, katanya, harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan, salah satunya lahan tempat tinggal warga miskin tersebut adalah milik sendiri agar ke depan tidak di klaim pihak lain.

"Jika sudah ada bukti tertulis yang menyebutkan tanah tempat akan dibangun rumah baru adalah hak milik sendiri, barulah kita berani memberikan bantuan," katanya.*