Ini kisah pengungsi banjir tak sempat selamatkan buku sekolah anak

id Banjir jakarta,pengungsi banjir

Ini kisah pengungsi banjir tak sempat selamatkan buku sekolah anak

Romlah Kurniawati (pertama kanan) mengobrol sore dengan keluarganya di lokasi pengungsi banjir di SDN Pejagalan 09, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (4/1/2020). (ANTARA/Suwanti)

Jakarta (ANTARA) - Di lokasi tempatnya mengungsi akibat banjir, Romlah Kurniawati (32) bertutur bahwa ia tidak sempat menyelamatkan buku-buku sekolah anaknya saat air menerjang mulai Rabu (1/1) pagi sekitar pukul sembilan.

“Banjir datang tiba-tiba, saya dan keluarga selamatkan barang seadanya saja. Buku-buku sekolah anak saya habis, tinggal beberapa buku paket masih sempat diambil,” kata Romlah berkisah pada Sabtu, tiga hari sejak banjir awal tahun itu terjadi.

Pada hari pertama banjir sekitar pukul 12 siang, saat ketinggian air sudah hampir mencapai dada, Romlah beserta keluarga mengungsi di gedung SDN Pejagalan 09, Penjaringan, Jakarta Utara.

Pihak sekolah mengizinkan tiga ruangan kelas di lantai dua untuk digunakan bermalam oleh 50 orang warga sekitar, termasuk Romlah, selagi menunggu banjir surut, mengingat kegiatan persekolahan sedang dalam masa libur akhir semester.

Senin (6/1) mendatang, kegiatan belajar mengajar (KBM) akan kembali dimulai. Romlah, yang salah satu anaknya merupakan siswa kelas 5 di sekolah itu, mengaku tidak siap untuk mengirim anaknya bersekolah lusa nanti.

Kayaknya Senin anak saya tidak sekolah dulu. Karena masih repot dan belum ada buku yang baru. Anak saya punya KJP (Kartu Jakarta Pintar), tapi belum bisa dipakai juga di Pasar Teluk Gong, toko-toko masih tutup karena banjir ini,” kata Romlah.


 

Hujan dengan intensitas tinggi pada malam pergantian tahun, Selasa (31/12/2019), di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta sebagian Jawa Barat mengakibatkan banjir di sejumlah titik di wilayah itu mulai dini hari keesokan harinya.

Bagi Romlah, banjir pembukaan tahun ini merupakan yang pertama kali mengharuskan ia sampai mengungsi. Sebagai warga asli yang lahir di Pejagalan, sebelumnya ia juga pernah beberapa lagi mengalami banjir yang rutin terjadi lima tahunan.

Walaupun buku-buku sekolah anaknya tidak selamat, Romlah mengatakan, “Alhamdulillah kasur masih bisa dibawa satu untuk tidur di tempat mengungsi.”