Pengusaha protes maraknya transportasi ilegal di NTB

id Transportasi,Ilegal,Mataram

Pengusaha protes maraknya transportasi ilegal di NTB

Dok

Mataram (ANTARA) - Sejumlah pengusaha dan pengemudi jasa usaha transportasi di Nusa Tenggara Barat memprotes maraknya jasa transportasi darat yang tidak memiliki izin resmi (ilegal) beroperasi secara leluasa di provinsi itu.

Hal ini disampaikan puluhan pengusaha dan pengemudi jasa usaha transportasi saat mendatangi kantor DPRD NTB guna melakukan hearing bersama pimpinan dan anggota DPRD NTB di gedung DPRD NTB, Senin (6/1).

Salah satu pengusaha yang juga pemilik transportasi Rangga Taksi di Kota Mataram, H Junaidi Kasum, Selasa, menegaskan protes tersebut disampaikan menyusul carut marutnya moda transportasi darat di NTB yang hingga kini tidak ada penertiban, pengawasan dari pemerintah daerah.

"Kami menuntut secara hukum kepada pemerintah daerah karena telah membiarkan transportasi ilegal beroperasi di daerah ini, sementara kami yang memiliki ijin resmi saja dijaga dan diperketat ijinnya," ujar Junaidi Kasum.

Ia mengatakan, selama ini regulasi pengaturan usaha transportasi di NTB terkesan tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah. Tidak hanya itu, kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah, akhirnya banyak bermunculan usaha transportasi ilegal yang justru merugikan pengusaha transpotasi lokal yang resmi.

Untuk itu, lanjut Junaidi, pengusaha transportasi lokal di NTB mengeluhkan hal tersebut, karena menimbulkan kerugian bagi mereka. Di antaranya Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Mataram, Rangga Taksi Mataram, Forum Angkutan Kota Mataram, dan KSU Lombok Baru Taksi.

"Makanya kami minta adanya regulasi penertiban, baik untuk ilegal maupun yang legal," tegasnya.

Pria yang akrab disapa JK menilai, usaha transportasi tidak berizin di NTB dapat menimbulkan kekacauan. Seperti, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mungkin saja bisa dilakukan pengusaha-pengusaha legal (resmi). Karena iklim usaha yang kurang mendukung, sehingga merugikan perusahaan dan di sisi lain bermunculannya transportasi dating atau online yang juga tidak ada pengawasan dan pemberlakuan aturan yang jelas dari pemerintah daerah.

"Kami dari komunitas angkot desa, angkot kota, komunitas taksi yang khusus orang-orang lokal minta diberikan ruang untuk dijaga, dan diperketat secara perizinan," ucapnya.

Terpisah Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) NTB, H Lalu Bayu Windya, mengatakan pihaknya akan mencoba memfasilitasi penyelesaian beberapa masalah dialami pengusaha transportasi lokal di NTB. Seperti, pengadaan kuota khusus pengusaha lokal di berbagai tempat publik serta penindakan bagi usaha transportasi ilegal yang ada.

"Kita akan mencoba konsultasikan dengan pengelola dan DPRD. Kami coba fasilitasi, untuk ada kuota khusus transportasi offline ini," tegas Bayu.

Sampai saat ini, lanjut Bayu, Dishub NTB mencatat sebanyak tujuh usaha taksi dan empat koperasi yang mengantongi izin. Kendati demikian, penindakan usaha transportasi ilegal disebut perlu usaha khusus.

"Dishub NTB tidak punya kewenangan untuk menangkap. Tapi kami bisa kerjasamakan dengan pihak kepolisian dan lain-lain,"  jelasnya.

Meski demikian, kata Bayu, pelaku usaha lokal NTB harus mengembangkan diri dengan sistem kerja yang lebih baru. Mengingat, permasalahan kuota usaha transportasi online yang belakangan mengalahkan usaha transportasi offline.

"Kalau saya anjurkan itu, supaya bisa menjadionline saja selain offline. Mungkin itu caranya supaya bisa bertahan," ucapnya.

Hal itu mengingat kebijakan pemerintah pusat yang memang mempermudah munculnya usaha transportasi online. Selain itu, pengusaha transportasi lokal juga disebut perlu merambah bidang yang lebih luas selain usaha angkot, taksi, dan bus AKAP.  Apalagi, dipilihnya NTB sebagai salah satu kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Di mana pemeritah pusat telah mencanangkan untuk memberikan subsidi 10 bus pariwisata sebagai perintis di KSPN.

Anggota Komisi IV DPRD NTB H Ruslan Turmuzi menekankan pemerintah daerah memang perlu menerapkan otonomi daerah dalam masalah ini. Pasalnya, usaha transportasi disebut sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi cukup besar mencapai 19,12 persen.

"Karakteristik daerah itu perlu dimunculkan. Kita contoh beberapa daerah yang pemerintah, DPR, dan pengusaha lokalnya bersatu dan itu bisa kita lakukan," jelasnya.

Menurut politisi PDIP itu, pemberdayaan pengusaha lokal memang perlu menjadi prioritas pemerintah. Mengingat peran usaha transportasi bagi pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Sebagai bentuk dukungan, beberapa hal bisa dilakukan dengan memberikan ruang bagi pengusaha lokal untuk menyediakan armada transportasinya di fasilitas-fasilitsa publik milik pemerintah.

"Di rumah sakit, Pelindo (pelabuhan) dan Angkasa Pura (bandara), bisa diberikan kepada pengusaha lokal yang punya izin, karena itu kita berharap segera ada tindakan dan perhatian dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah ini," katanya.