Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemindahan ibu kota pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur masih memerlukan proses panjang setelah Presiden Joko Widodo.

"Jadi masih panjang, masih ada beberapa langkah yang harus ditempuh sampai dengan DPR, maka baru kita bahas lagi tentang RUU tata ruangnya, dibuat perencanaan yang fixed," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.

Setelah pemilihan lokasi oleh Presiden, langkah selanjutnya adalah mengkaji lebih rinci mengenai bentuk ibu kota baru oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).

Baca juga: Ketua DPR bacakan surat Presiden soal pemindahan ibu kota negara

"Soal kajiannya, perlu pendalaman dari semua sektor, (seperti) sektor pemerintahan tentu, faktor ekonomi, dan sebagainya; yang kemudian menjadi di tingkat kajian akademis. Dari situ baru RUU (rancangan undang-undang), nanti dibahas di DPR," jelasnya.

Selanjutnya, dengan berbekal dokumen kajian perencanaan pembangunan ibu kota baru, Pemerintah kemudian mengusulkan Kaltim sebagai calon ibu kota pemerintahan baru ke DPR RI.

Baca juga: Menteri PANRB: ASN muda wajib pindah ke ibu kota baru

Wapres pun memperkirakan pembahasan RUU ibu kota dan RUU terkait lainnya baru akan dikerjakan oleh anggota DPR di periode 2019-2024, karena masa jabatan yang sekarang hampir selesai di Oktober nanti.

"Kalau DPR sekarang kan tinggal sisa sebulan lebih tugasnya, jadi mungkin dibahas nanti lebih dalam oleh DPR berikutnya. DPR juga itu belum terbentuk, mengatur komisinya, itu makan tempo juga itu, deal deal-nya," ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Senin (26/8), telah resmi memilih Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru negara Indonesia, yang meliputi sebagian daerah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.

Pemerintah punya beberapa alasan dalam rencana pemindahan, antara lain karena krisis ketersediaan air di pulau Jawa dan konversi lahan terbesar juga terjadi di sana. Selain itu, tingginya urbanisasi terkonsentrasi di Jakarta dan Jabodetabek, kemacetan dan kualitas udara tidak sehat serta rawan banjir tahunan hingga turunnya tanah dan muka air laut naik, juga menjadi salah satu pertimbangannya.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019