Jakarta (ANTARA) - Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Kalimantan Farid Nurrahman mengatakan kawasan industri tidak bisa dipisahkan dengan pusat administrasi ibu kota baru karena saling berkaitan.

"Ini tidak bisa berjauhan, menurut saya akan ada kawasan industri baru di ibu kota negara yang baru," kata dia saat kegiatan TalkShop Ecofriendly Capital of Indonesia di Jakarta, Senin.

Jika pemerintah ingin memisahkan kawasan industri dengan pusat administrasi negara, maka didorong lebih kepada merapikan zonasi saja. Karena, secara urusan, dua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan.

Bahkan, industri di Jakarta akan membuka cabang baru di ibu kota negara yang baru karena memiliki kepentingan langsung dengan pemerintah pusat.

"Pelaku industri pasti akan melakukan itu," katanya.

Baca juga: KPA: pengadaan tanah ibu kota baru pertimbangkan ekologis dan budaya

Baca juga: Pengamat perkirakan dampak pembangunan ibu kota baru terhadap emisi


Sementara itu, Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya menilai kawasan industri dengan pusat administrasi pemerintahan harus dipisahkan apabila ibu kota negara jadi dipindahkan ke Kalimantan Timur.

Luasnya wilayah Indonesia sudah seharusnya pemerintah berani membuat kawasan khusus industrialisasi, pusat administrasi negara hingga pemukiman masyarakat. Meskipun demikian, Yayasan Madani menekankan tetap harus mengedepankan daya dukung lingkungan.

Senada dengan Teguh Surya, Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Lingkungan Hidup dan Perkotaan, Mikhail Gorbachev menilai kawasan industrialisasi memang harus dipisahkan dengan administrasi negara.

"Ada beberapa pertimbangan, salah satunya aspek pemisahan administrasi pemerintahan dengan industrialisasi harus dilakukan," kata dia.

Menurut dia, Indonesia harus berani memisahkan antara pusat administrasi negara dengan zona industri. Hal itu dilakukan guna menekan polusi, kepadatan penduduk dan lainnya yang terfokus di satu titik.

"Trennya 100 negara maju di dunia memisahkan pusat administrasi dan bisnis," kata dia.

Apalagi, ujarnya, saat ini jumlah penduduk di Ibu Kota Jakarta berkisar pada angka 10 juta jiwa yang dinilai cukup mengkhawatirkan jika tidak ada pembatasan.*

Baca juga: Di bakal ibu kota baru, aparat desa se-Penajam tuntut kenaikan gaji

Baca juga: Pengamat: Pemerintah harus miliki indikator jelas Ibu Kota Negara

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019