Oleh karena itu pejabat korup pasti tidak akan senang dengan OTT. Karena sifatnya yang seketika dan sulit berkelit."
 Padang,  (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa memastikan keberlangsungan pelaksanaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) setelah Undang-undang KPK yang baru berlaku.

"Kami belum tahu apakan ke depannya masih ada OTT dari KPK atau tidak, karena beberapa kewenangan berubah," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat diwawancarai usai dialog di kantor RRI Padang, Kamis.

Baca juga: BEM SI desak Presiden Jokowi keluarkan Perppu KPK

Baca juga: BEM SI ramaikan tagar #tikusberdasi di sosial media

Baca juga: Massa BEM SI mulai berdatangan di sekitar Patung Kuda


Operasi Tangkap Tangan adalah salah satu metode penanganan perkara yang dilakukan KPK sampai saat ini.

Dalam UU KPK versi revisi, diatur tahapan berlapis untuk melakukan penyadapan yang notabene adalah senjata utama memulai kegiatan tangkap tangan.

Namun demikian, kata Febri, kondisi itu jangan sampai membuat pelaku korupsi merasa punya ruang gerak yang lebih besar sehingga melakukan transaksi suap baik di pusat maupun di daerah.

Ia menyebutkan sejak lembaga berdiri pada 2002, ada 120 lebih OTT yang sudah dilakukan dengan menjerat berbagai pejabat, aparat, kepala daerah, dan lainnya.

"Oleh karena itu pejabat korup pasti tidak akan senang dengan OTT. Karena sifatnya yang seketika dan sulit berkelit," katanya.

Ia mengatakan kasus-kasus yang berawal dari OTT kemudian dibawa ke pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap, divonis bersalah.

Baca juga: BEM SI kembali turun ke jalan serukan aksi #tuntaskanreformasi

Baca juga: Wadah Pegawai harap Presiden segera keluarkan Perppu KPK

Baca juga: Demo belum tentu selesaikan masalah, malah timbulkan persoalan baru


"Artinya hampir tidak ada yang bisa berkilah dari perkara karena terbukti di pengadilan," katanya.

Pada bagian lain, Febri juga mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah membentuk tim transisi untuk menyikapi berlakunya Undang-Undang KPK yang baru.

Tim yang diketuai Sekjen KPK itu mencatat 26 poin yang diidentifikasi berisiko karena mengubah dan sebahagiannya memperlemah kerja KPK.

Saat ditanyai tentang Perpu, ia mengatakan hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan presiden.

Sedangkan terhadap UU KPK karena sudah menjadi undang-undang, akan tetap dihormati.

Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019