Jambi (ANTARA) - Empat warga Suku Anak Dalam (SAD) yang terlibat dalam kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) sebagai pelaku penganiayaan terhadap anggota TNI AD dan satpam perusahaan dihukum majelis hakim dengan empat bulan 20 hari penjara.

Majelis hakim yang diketuai Yandri Roni dalam amar putusannya, di Pengadilan Negeri Jambi, Provinsi Jambi, Senin, mengatakan empat warga Suku Anak Dalam (SAD) yang dihukum empat bulan 20 hari itu bernama Ninting, Syukur, Untung, dan Sopi alias Mudung.

Perbuatan mereka, menurut majelis hakim, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiyaan yang menyebabkan luka pada korban yang dianiaya pelaku bersama anggota kelompok SMB lainnya saat penyerangan kantor dan permukiman karyawan perusahaan perkebunan.

Terhadap terdakwa, ketua majelis hakim Yandri Roni, dengan didampingi dua hakim anggota, Annisa Bridgestirana dan Oktafiatri Kusumaningsih, mengadili terdakwa tersebut, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu.

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat bulan dan 20 hari.

Selain itu, menjelis hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Kemudian menetapkan terdakwa tetap ditahan.

Perbuatan terdakwa, terbukti melakukan tindak pidana kekerasan terhadap manusia dan barang melanggar pasal 170 ayat (2)ke-1 KUHP.

Sementara Romel, penasehat hukum terdakwa, setelah berdiskusi dengan kliennya, menyatakan tidak mengajukan upaya hukum dan menerima vonis majelis hakim.

Untuk diketahui, Muslim mendirikan organisasi Serikat Mandiri Batanghari (SMB). Selaku ketua, Muslim kemudian mengajak masyarakat untuk bergabung termasuk terdakwa.

Tujuan Muslim adalah untuk mendapatkan lahan atau tanah masing-masing anggota sekitar 3,5 hektare. Lahan yang akan dikuasai Muslim dan anggota SMB lainnya adalah tanah yang dikelola PT WKS.

Kemudian, Sabtu 13 Juli 2019 sekitar pukul 10.30 WIB Muslim bersama dengan anggota SMB sekitar 70 orang mendatangi kantor PT WKS yang ada di Distrik VIII PT WKS Desa Bukit Bakar, Kecamatan Renah Mendaluh, Tanjab Barat dengan membawa senjata tajam dan senjata api rakitan jenis kecepek.

Dari saksi Muslim dan anggota SMB lainnya adalah untuk memerintahkan karyawan PT WKS yang ada di kantor WKS dan sekitarnya agar meninggalkan lokasi.

Namun saat itu, Muslim dan anggotanya berhasil diusir anggota Satuan Pengamanan PT WKS bersama dengan anggota Polri dan anggota TNI AD yang diperbantukan untuk mengamankan lokasi.

Kemudian sekitar pukul 13.40 WIB saksi Muslim memerintahkan anggota SMB untuk berkumpul karena akan melakukan penyerangan berikutnya supaya karyawan/ pihak PT WKS keluar dari lokasi.

Muslim memerintahkan ketua kelompok kecil SMB yang untuk mengumpulkan anggota SMB lainnya, termasuk terdakwa sebagai anggota kelompok SMB diberitahu untuk berkumpul di kantor SMB.

Setelah mendapat kabar tersebut, terdakwa dengan membawa bambu rucing langsung menuju ke kantor SMB bersama anggota SMB telah berkumpul sekitar 300 orang.

Dengan membawa senjata tajam, senjata api rakitan (kecepek), bambu rucing dan kayu, selanjutnya Muslim memerintahkan melakukan penyerangan terhadap Base Camp Distrik VIII WKS.

Terdakwa bergabung sekitar 50 orang sampai 100 anggota SMB.

Sementara Muslim dan anggota SMB lainnya masuk ke dalam perkantoran menghancurkan kantor dan mess karyawan dengan memecahkan kaca kantor hingga pecah.

Mereka menggunakan kayu, batu dan parang, begitu pula peralatan kantor diantaranya komputer juga turut dirusak dengan cara dipukul dengan menggunakan batu, kayu dan parang yang dibawa anggota SMB.

Beberapa anggota SMB masuk ke dalam kantor sambil merusak pintu dan terdakwa kemudian masuk kedalam mess atau seputaran mess dan mencari karyawan yang berada disana untuk diusir dan sambil memecahkan kaca jendela mess dan peralatan eletronik berupa AC, TV dengan alat yang dibawa oleh terdakwa.

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019