Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK) dan Komnas HAM menandatangani nota kesepahaman (MOU) perlindungan saksi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan HAM berat.

Di tengah carut-marut penyelesaian persoalan pelanggaran HAM yang berat masa lalu, LPSK dan Komnas HAM merupakan dua lembaga yang konkret bekerja nyata bagi korban, kata Ketua LPSK Hasto Atmoto Suroyo dalam acara penandatanganan MOU di Jakarta, Selasa.

Seperti yang dirilis LPSK, Nota Kesepahaman ini ditandatangani Ketua LPSK dan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, disaksikan Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dan para Wakil Ketua Komnas HAM yaitu Sandrayati Moniaga, Amiruddin dan Hairansyah.

Turut hadir Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta dan Sekretaris Jenderal Komnas HAM Tasdiyanto, Kepala Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK Sriyana beserta sejumlah pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal LPSK RI dan Komnas HAM.

Hasto menegaskan, nota kesepahaman ini menjadi payung legal untuk kerja sama kedua belah pihak.

“Sebenarnya tanpa MOU ini pun, kerja sama selama ini sangat baik. Ada hambatan, itu karena faktor komunikasi saja,” ungkap Hasto.

Menurut Hasto, apa yang dilakukan dan diberikan LPSK bersama Komnas HAM kepada para korban pelanggaran HAM yang berat masa lalu, tentu tidak sebanding dengan penderitaan mereka, yang sekian puluh tahun menanggung kerugian fisik, material dan keperdataan.

“Saya pikir dua lembaga inilah yang konkret bekerja nyata bagi para korban. Meskipun kecil dari sisi finansial, tapi ada nilai lain yang besar. Mereka diakui sebagai korban dan juga ada nilai kemanusiaannya, negara hadir memerhatikan kondisi korban,” tegas Hasto.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan banyak hasil yang dicapai dari kerja sama kedua belah pihak sehingga bisa dinikmati para korban.

Meskipun di satu sisi, tetap diperlukan pembenahan agar pelayanan kepada korban menjadi lebih baik.

“Pengalaman dalam suatu forum, saat sesi tanya jawab, antusiasme korban sangat tinggi. Mereka harap ada peningkatan layanan, tidak saja dari sisi kuantitatif, tetapi juga kualitas. Komnas HAM tetap menempatkan program (PHB masa lalu) sebagai program strategis,” ungkap Taufan.

Dia mengajak LPSK untuk bahu-membahu mendorong pemerintah agar mau mendukung pendanaan lebih besar lagi, sebab aspek keadilan dan kemanusiaan dalam membantu korban PHB akan dikenang oleh elemen bangsa karena nilai kemuliaannya sangat tinggi.

Ada beberapa hal penting yang diatur dalam Nota Kesepahaman “Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM dan HAM yang Berat” yang baru saja ditandatangani ini, yakni perlindungan pelapor/pengadu saksi dan/atau korban; layanan bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.

Selanjutnya surat keterangan pelanggaran HAM yang berat; kronologi atas peristiwa yang dialami saksi dan/atau korban; fasilitasi kompensasi; peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia untuk perbaikan pelayanan kepada saksi dan korban; serta kegiatan lainnya sesuai kesepakatan.

Baca juga: KPK terima permohonan perlindungan saksi terkait kasus Meikarta

Baca juga: LPSK menyiapkan perlindungan bagi saksi dan korban Wamena

Baca juga: Bamsoet harap LPSK tak bubar meski anggaran operasional minim

 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020