Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK) mengapresiasi pimpinan Polri yang mempertimbangkan prospek karir para personelnya yang menjadi korban serangan para pelaku tindak pidana terorisme bisa melanjutkan sekolah kedinasan.

"Kita mengapresiasi pimpinan Polri yang mengabulkan usulan dari LPSK. Bahkan, Sekolah Inspektur Polri menjadi penghargaan dari Pimpinan Polri bagi anggotanya yang karena tugas, menjadi korban dari serangan terorisme," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, dalam rilisnya, Senin.

Maneger mengungkapkan ada sejumlah anggota Polri yang karena tugasnya mengalami kejadian tidak mengenakkan dan menjadi sasaran serangan dari para pelaku terorisme, sehingga tidak sedikit di antara mereka yang harus menjadi korban dan menderita luka hingga cacat fisik.

"Negara tidak lepas tangan, apalagi sampai membiarkan mereka (korban) sendirian. Sesuai kewenangannya, LPSK memfasilitasi dan mendorong, dalam hal ini pimpinan Polri, untuk mempertimbangkan prospek karir dari para anggota Polri yang menjadi korban serangan terorisme,” kata Maneger.

Menurut Maneger, LPSK telah mengajukan setidaknya lima nama anggota Polri yang menjadi korban serangan terorisme, untuk mendapatkan haknya berupa bantuan rehabilitasi psikososial.

"LPSK mendorong pimpinan Polri memberikan kesempatan bagi mereka (korban) untuk mendapatkan pendidikan di lingkungan Polri," katanya.

Maneger mengapresiasi pimpinan Polri yang telah mengabulkan usulan LPSK, dimana dari sejumlah anggota Polri yang jadi korban serangan terorisme, mereka diberikan kesempatan mengikuti pendidikan berupa Sekolah Inspektur Polri tahun 2020. Sementara satu orang lagi sedang diperjuangkan untuk mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama Polri.

Dalam mewujudkan pemenuhan bantuan psikososial tersebut, sejumlah upaya ditempuh LPSK, dimulai dengan bersurat kepada Kapolri, yang diteruskan dengan melakukan koordinasi ke SSDM Mabes Polri, serta koordinasi dengan Polda Bali dan Polda Metro Jaya, kesatuan di mana anggota dimaksud berdinas.

Baik Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menyebutkan, selain bantuan medis dan psikologis, korban tindak pidana terorisme juga berhak mendapatkan bantuan rehabilitasi psikososial.

Bantuan rehabilitasi psikososial merupakan semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis, serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban sehingga dianggap mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.

Dalam hal ini, LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.

"Korban (terorisme) merupakan tanggung jawab negara. Dan pelaksanaan pemenuhan hak itu dilaksanakan LPSK," tegas Maneger.

Baca juga: LPSK turun ke Jember terkait permohonan perlindungan tersangka FN

Baca juga: DPRD Jember minta LPSK lindungi saksi kunci pengadaan barang dan jasa

Baca juga: LPSK terjun langsung jamin bantuan medis korban terorisme di Pelalawan

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020