Jakarta (ANTARA) - Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (DJKI Kemkumham) Ronald Lumbuun mengatakan pihaknya terus menggencarkan penindakan terhadap Televisi Kabel lokal yang menayangkan konten secara ilegal.

Salah satunya seperti yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJKI Kemkumham terhadap satu unit ruko empat lantai di Pekanbaru yang dioperasikan PT HMV, salah satu operator televisi kabel terbesar di Pekanbaru, Provinsi Riau.

Baca juga: Mola TV akan siarkan Piala Eropa 2020 secara lengkap

Baca juga: Liga Inggris dapat disaksikan melalui Mola TV


“Penindakan itu dilakukan setelah pihaknya menerima pengaduan perihal adanya dugaan pelanggaran Hak Cipta di daerah Pekanbaru, serta terlebih dahulu melakukan penyelidikan terhadap PT HMV sejak akhir tahun 2019 yang lalu,” kata Ronald dalam keterangan pers yang diterima ANTARA, Senin.

Ia menambahkan tak hanya PT HMV, PPNS dari DJKI Kemkumham juga menyelidiki satu operator TV kabel lainnya, PT DMJ yang beroperasi di wilayah Dumai, Riau.

Hingga akhirnya pada Kamis tanggal 27 Februari 2020 yang lalu, dilakukan penindakan di dua lokasi tersebut.

"Hasil gelar perkara berkesimpulan bahwa kasus ini, dengan dua titik di Dumai dan Pekanbaru, layak dinaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan," kata Ronald.

Dari penindakan terhadap PT HMV dan PT DMJ, petugas menyita sejumlah barang bukti berupa alat yang diduga kuat berfungsi mendistribusikan konten secara ilegal. Petugas juga sudah memeriksa sejumlah orang menyusul penindakan tersebut.

"Kalau yang di Pekanbaru itu, yang sudah kita periksa satu orang berinisial H sebagai pemilik, satu orang teknisi, dan empat orang karyawan administrasi. Jadi total enam orang yang statusnya masih sebagai saksi. Kalau yang di Dumai sudah empat saksi diperiksa, termasuk pemilik," kata Ronald.

Ronald menegaskan bahwa penindakan yang dilakukan petugas terhadap kedua operator TV kabel tersebut sudah sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penindakan tersebut murni penindakan hukum karena terkait dugaan pelanggaran hak cipta, terutama tindakan kedua operator TV kabel tersebut yang menayangkan salah satu konten milik Mola TV tanpa izin.

Di lain pihak, Gabungan Operator Televisi Kabel Indonesia (GO TVKI) mengecam tindakan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) karena menilai tindakan itu salah prosedur.

Sekretaris Jenderal GO TVKI Candi Sinaga mengatakan seharusnya DJKI melakukan prosedur pemanggilan dan mediasi.

“DMJ dan HMV adalah lembaga penyiaran resmi berizin. Seharusnya DJKI melakukan prosedur pemanggilan dan mediasi, ini bukan penyiaran gelap. (Mereka) punya alamat resmi,” ujar Candi di Jakarta, Senin.

Apalagi dari informasi yang ia dapatkan, PPNS dari DJKI Kemkumham saat itu tidak mendapat bukti apapun dari penggerebekan yang mereka lakukan karena HMV sudah taat hukum.

“Mas, satu tambahan lagi, laporan ke saya ternyata PPNS DJKI tidak menemukan bukti apa-apa head end DMJ dan HMV,” kata Candi.

Sekjen GO TVKI itu mengungkap bahwa sebelum penggerebekan dilakukan DJKI, HMV dan DMJ sudah pernah bertemu dengan pihak Mola TV untuk membicarakan perihal izin penayangan konten tersebut.

Namun, HMV dan DMJ tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan Mola TV karena perusahaan Mola TV mengarahkan DMJ dan HMV mengadakan kontrak dengan pihak Lembaga Penyiaran Berlangganan Matrix.

Sementara, kata dia menurut aturan perundang-undangan, Matrix tidak boleh menjual konten dengan sesama Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Cara yang sah dan legal dalam kerja sama Penyiaran adalah kontrak langsung antara perusahaan Mola TV dengan Lembaga penyiaran, tidak melalui Lembaga penyiaran lain.

“Mola boleh menjual konten, tapi dia malah suruh kontraknya melalui Matrix,” kata Candi.

Mewakili GO TVKI, Candi pun mengaku sudah pernah mengirimkan surat penawaran kepada Mola TV.

“Saya sendiri secara Organisasi GO TVKI berkirim surat, bahkan surat penawaran kepada Mola, tapi tidak digubris,” kata Candi.

Candi mengatakan bahwa HMV dan DMJ adalah lembaga penyiaran berlangganan yang terdaftar dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)-nya hanya satu yaitu untuk penyiaran.

Kedua LPB tersebut, kata dia, juga patuh membayar pajak.

Sebaliknya, Candi pun mempertanyakan perihal hak labuh (landing rights) Mola TV sebagai lembaga penyiaran berlangganan satelit di Indonesia. Karena menurutnya, Mola TV bukanlah suatu Lembaga Penyiaran melainkan perusahaan swasta biasa.

“Lembaga penyiaran itu adalah perseroan tertutup hanya bisa melakukan usaha Penyiaran. KBLI-nya hanya satu. Sehingga kalau menjual konten itu pasti salah, menyalahi UU perseroan juga. Apa laporan pajak tahunan yang dilaporkan atas penjualan konten? Hak labuh (landing rights)-nya mana? Jadi itu ilegal,” kata Candi.

Sementara itu, Kuasa Hukum Mola TV Uba Rialin menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum kepada PPNS DJKI Kemkumham RI.

Alin, begitu ia disapa, mengatakan bahwa pihak Mola TV juga terus melakukan sejumlah langkah sosialisasi melalui jalur hukum terkait adanya operator TV kabel yang menayangkan konten mereka secara ilegal.

"Mola TV saat ini sedang melakukan upaya hukum untuk menindak pihak-pihak yang melakukan dugaan tindak pidana pelanggaran hak cipta," kata Alin berdasarkan keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Senin.

Selain menayangkan konten milik Mola TV secara ilegal dalam bentuk online streaming website, pelanggaran yang banyak ditemukan adalah pendistribusian konten Mola TV tanpa izin.

"Kami sudah melakukan somasi kepada pihak-pihak terkait yang diduga melakukan pelanggaran. Tapi, mereka tidak menanggapi atau tetap melakukan perbuatannya. Sehingga Mola TV mengambil upaya hukum lainnya yang ada di dalam undang-undang," kata Alin.

Apabila terbukti bersalah, operator TV kabel yang menayangkan konten secara ilegal dapat dijerat pasal 113 juncto pasal 9 dan atau pasal 118 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

"Ancaman hukumannya itu pidana 4 sampai 10 tahun atau denda Rp 1 miliar sampai Rp 10 miliar," kata Alin.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020