Denpasar (ANTARA) - Seolah menemukan momentumnya, buku "BERTAHAN DI WUHAN : Kesaksian Wartawan Indonesia di Tengah Pandemi Corona" yang ditulis wartawan LKBN ANTARA M. Irfan Ilmie dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama, Kompas Gramedia Building, Jakarta, pada awal April 2020, bukanlah sekadar "meramaikan" arus informasi Pandemi COVID-19.

Ya, buku dengan 103 halaman yang cukup dibeli dengan merogoh kocek Rp50.000 untuk versi cetak atau Rp49.500 untuk versi digital dengan mengunduh di https://ebooks.gramedia.com/books/bertahan-di-wuhan-kesaksian-wartawan-indonesia-di-tengah-pandemi-corona itu menyajikan informasi dari lokasi dan narasumber yang utama dengan akurasi tinggi.

"Pada awal merebaknya wabah virus Corona (COVID-19) di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, informasi dan pemberitaan mengenai virus mematikan itu sangat beragam," kata Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia, Djauhari Oratmangun, dalam kata pengantar pada buku dengan ISBN: 978-602-06-4149-2 dan ISBN Digital: 978-602-06-4150-8 itu.

Namun, keberadaan perwakilan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA di Beijing dengan reportase hariannya yang disebarkan ke seluruh pelosok Tanah Air, membuat masyarakat Indonesia, terutama keluarga para warga negara Indonesia yang sedang berada di wilayah Tiongkok, khususnya yang tinggal di Kota Wuhan sedikit bernafas lega.

"Saudara M. Irfan Ilmie yang ditugaskan LKBN ANTARA untuk melakukan pekerjaan jurnalistik di wilayah daratan Tiongkok senantiasa menyampaikan laporannya kepada masyarakat Indonesia tentang situasi dan kondisi yang terjadi di Kota Wuhan dan wilayah Tiongkok pada umumnya dengan pengamatan langsung di lapangan dan dari sumber-sumber yang otoritatif," katanya.

Dari liputan Irfan yang selalu bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia dan kantor-kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Tiongkok itu, katanya, para keluarga di Tanah Air dapat menerima informasi dari sumber berita resmi yang akurat, sehingga mengurangi kepanikan psikologis keluarga WNI di Kota Wuhan yang saat itu sempat mencekam akibat diberlakukan isolasi wilayah (lockdown).

"Tentunya, melalui buku 'BERTAHAN DI WUHAN: Kesaksian Wartawan Indonesia' yang ditulis Saudara M. Irfan Ilmie itu dapat memberi gambaran kepada pembaca tentang bagaimana WNI, utamanya yang saat itu bertahan di pusat episentrum wabah COVID-19 dapat keluar dari situasi sulit dan mencekam," katanya.

Selanjutnya, Tim Aju dari KBRI Beijing melaksanakan tugas kemanusiaan untuk mengevakuasi 238 WNI dari semula berjumlah 245 di Provinsi Hubei.

Di tengah situasi sulit itu, atas koordinasi dan kerja sama lintas kementerian, termasuk Kementerian Luar Nageri, proses evakuasi WNI dari Provinsi Hubei itu berlangsung lancar. Proses evakuasi, observasi, dan pemulangan para WNI ke kampung halaman masing-masing itu perlu diapresiasi.

"Dengan terbitnya buku ini, saya mengucapkan apresiasi kepada saudara M.Irfan Ilmie yang telah berkontribusi menyampaikan informasi dan berita yang mengedukasi masyarakat Indonesia, yang akhirnya diikuti media-media arus utama lainnya yang turut menyampaikan pemberitaan kepada masyarakat di Tanah Air," katanya.

Hal itu juga diakui Dirut Perum LKBN ANTARA, Meidyatama Suryodiningrat, dalam kata pengantar pada buku yang ditulis jurnalis kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, yang sempat menjadi santri di Pondok Pesantren Al Falah, Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dan bergabung menjadi kontributor LKBN ANTARA Biro Jatim sejak 2002 itu.

"Bersyukur, LKBN ANTARA menempatkan seorang wartawan, M. Irfan Ilmie, sebagai representasi atau perwakilan resmi Kantor Berita Republik Indonesia di negeri Tirai Bambu sehingga dapat berkontribusi nyata dalam menyampaikan informasi dan berita kepada masyarakat Indonesia melalui kanal ANTARANews.com," katanya.

Sejak bertugas di Beijing pada tahun 2017, M. Irfan Ilmie telah melakukan liputan terkait peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayah daratan China, baik menyangkut bidang sosial budaya, ekonomi, dan politik, termasuk peristiwa mutakhir yang menggemparkan dunia itu, yaitu wabah COVID-19.

"Dengan penguasaan bahasa Mandarin yang memadai dan sebagai satu-satunya wartawan Indonesia yang terakreditasi resmi di China, Saudara Irfan Ilmie sering kali dipercaya otoritas setempat untuk melakukan liputan lapangan ke sejumlah wilayah, termasuk Daerah Otonomi Xinjiang yang terlarang bagi sebagian awak media," katanya.

Reportase Irfan Ilmie tentang wabah virus Corona di Kota Wuhan dan wilayah-wilayah lainnya di negeri Tirai Bambu, tentu memiliki warna tersendiri karena dia bergumul dan bersentuhan langsung dengan beberapa narasumber saat situasi mencekam.

Informasi dan pemberitaan mengenai wabah, termasuk kerja keras pemerintah China dalam pencegahan dan penanganannya, yang digambarkan secara gamblang, efektif, dan cepat itu diharapkan menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi para pembaca buku ini sehingga wabah yang terus menghantui penduduk dunia itu dapat diatasi dengan cepat.

Baca juga: Wartawan ANTARA tulis buku "Bertahan di Wuhan"
​​​​​​
Gerak Cepat Tanpa Debat
Ya, sang penulis cukup gamblang, akurat, dan utuh dalam menyajikan reportase (dalam buku) itu, mulai dari Saat-Saat Mencekam 23 Januari, Curhat Korban Perundungan, Tim Lima di Sarang Corona, Kematian sang Dokter, Ular atau Kelelawar, Islam pun Tersangkut, Polisi Sarolangun dan Arsitek Kelahiran Jember, Telepon Xi kepada Jokowi, Pencabutan Subsidi hingga Hukuman Mati, Lockdown, Brutalisme Sosialis yang (Akhirnya) Diadopsi, Detik-Detik Meninggalkan China, Swakarantina, dan sebagainya.

Dalam reportase, Irfan sempat memotret kontroversi soal sumber wabah saat awal merebaknya wabah virus Corona di kota Wuhan, China, akhir Desember 2019.

Pencermatan sementara beberapa peneliti, virus mematikan yang diberi nama COVID-19 itu bersumber dari hewan liar yang diperjualbelikan di pasar Huanan Sea Food Market, Wuhan. Sementara yang lain berasumsi bahwa sumber virus bukan dari mikro organisme, tetapi ciptaan manusia.

Terlepas dari kontroversi itu, reportase harian itu pun memuat cerita dan kisah-kisah menarik dalam kondisi mencekam karena serangan virus Corona baru yang mengancam China.

Selain itu, buku ini juga mengulas penanganan virus Corona, baik yang dilakukan pemerintah China maupun pemerintah Indonesia, karena ratusan WNI (mahasiswa/TKI) berada di pusat epidemik itu.

Irfan menggambarkan komando pemerintah pusat di Beijing dengan istilah "Gerak Cepat Tanpa Debat" saat virus Corona merebak semakin masif di kota Wuhan pada liburan perayaan festival musim semi (Spring Festival atau Imlek) yang tentunya menghentak warga yang tinggal di wilayah Provinsi Hubei, tepatnya di kota Wuhan dan warga lainnya (baik lokal maupun asing) di wilayah China.

Dengan merebaknya virus tersebut, koordinasi pemerintah daerah dan kemudian komando pemerintah pusat di Beijing untuk langkah-langkah preventif dilakukan begitu cepat.

Kota Wuhan dan beberapa kota lainnya yang berbatasan, ditutup (lockdown) sehingga arus transportasi dari dan ke Wuhan lumpuh. Tetapi, persediaan makanan di supermarket tetap dikontrol demi ketersediaan.

Pekerja alat-alat kesehatan di pabrik-pabrik yang semestinya menikmati liburan Imlek, harus tetap bekerja untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan perlengkapan medis. Tim medis sipil maupun militer dari berbagai Provinsi di China dalam waktu singkat turut gotong royong menangani pasien terpapar virus tersebut.

Dalam situasi darurat seperti itu, informasi dan imbauan pemerintah untuk menjaga warga, tak terkecuali warga negara asing, sudah tersebar luas dan cepat di pintu-pintu masuk permukiman warga (apartemen).

Mereka mengimbau warga mengurangi aktivitas di luar rumah dan tempat-tempat keramaian. Warga diminta melapor kepada petugas melalui hotline centre yang beroperasi 24 jam apabila terjadi sesuatu berkaitan dengan kesehatan.

Di pintu-pintu masuk parkiran permukiman sudah terpasang thermal scan untuk memonitor kondisi kesehatan melalui pengukuran suhu tubuh, termasuk memonitor kendaraan yang pernah ke Wuhan beberapa hari sebelumnya melalui teknologi data terpusat sehingga warga benar-benar disteril dari kemungkinan terinfeksi wabah virus Corona maut itu.

Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) lewat koordinasi dengan daerah, secara berkala melakukan update data terkait jumlah pasien terpapar visrus Corona dan langkah-langkah penanganannya.

Langkah pemerintah yang mengundang decak kagum banyak orang di berbagai belahan dunia adalah instruksi pendirian Rumah Sakit (houshenshan) untuk dibangun hanya dalam hitungan hari (24 Januari - 4 Februari 2020) sudah bisa menampung pasien.

Dalam laporan Saluran Televisi China berbahasa Inggris, China Global Television Network (CGTN), ratusan juta orang menonton proses detik-detik pendirian Rumah Sakit itu. Instruksi pemerintah pusat-pemerintah China dalam menanggulangi wabah virus Corona tersebut perlu mendapat acungan jempol.

"Efektivitas Manajemen Bencana yang dijalankan menjadi pembelajaran yang sangat baik. Instruksi itu begitu cepat terealisasi tanpa perdebatan-perdebatan di ruang publik," kata Irfan yang pernah menjadi Asisten Manajer Pemberitaan LKBN ANTARA Biro Bali (2011-2014) dan pewarta di Istana Wakil Presiden RI (2015-2016).

Dalam buku pertama tentang virus COVID-19 itu, Irfan juga memotret penanganan WNI di Wilayah terdampak, khususnya di Provinsi Hubei, yang sesungguhnya tidak semudah proses evakuasi warga Amerika Serikat dan Australia, yang merupakan para 'diplomat dan keluarga mereka' yang berdinas di Kantor Konsulat Jenderal di kota Wuhan.

Sementara pemerintah Indonesia harus mengevakuasi WNI (Mahasiswa/TKI) yang tinggal di beberapa kota dengan jarak ratusan kilometer dari Wuhan.

Akhirnya, di tengah suara kritis orang Indonesia yang tidak tahu kondisi sebenarnya itulah, kerja sama serta koordinasi lintas Kementerian (Kemenlu, Kemenkes, Kemenhub, TNI, dan KBRI Beijing) berjalan baik dan berhasil melakukan evakuasi pada 238 WNI dari sejumlah kota di Provinsi Hubei, kendati ada tiga WNI yang tertunda pulang, karena suhu tubuh tiba-tiba naik hingga 38 derajat. Tidak ketinggalan dukungan moril dari seorang polisi di sana.

Ya, Irfan sebagai seorang jurnalis telah memberi gambaran bagaimana virus mematikan itu begitu cepat menular dan bagaimana pemerintah China juga melakukan langkah-langkah cepat dengan komando dan instruksi-instruksi yang tegas tanpa debat guna meminimalkan korban terpapar, serta langkah pemerintah RI menunjukkan kehadiran negara untuk melindungi warganya di saat-saat darurat. Buku ini memiliki arti penting dan monumental dalam melawan "virus informasi" lewat media sosial yang justru "mengorbankan" jiwa.

Baca juga: 1.668 WNI masih bertahan di China
Baca juga: Ini cara WNI bertahan dari wabah Corona di Wuhan

 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020