Jakarta (ANTARA) - PDI Perjuangan menggelorakan kemandirian pangan di tengah pandemi COVID-19 di Tanah Air mengingat kedaulatan pangan merupakan aspek mendasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar terciptanya kehidupan sosial yang maju.

"PDIP menjadikan Bulan Bung Karno sebagai momentum berbenah kembali agar berdaulat pangan di tengah pandemi COVID-19," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri saat membuka webinar dengan tema Kedaulatan Pangan dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno, di Jakarta, Selasa.

Hadir dalam diskusi itu, Guru Besar Ilmu Perekonomian Pertanian Unila Bustanul Arifin, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, anggota DPR Komisi IV Mindo Sianipar, Kirana Larasati dan ratusan pengurus PDIP di tingkat daerah.

Rokhmin menyebutkan, PDIP sejak dulu selalu mengutamakan kemandirian bangsa melalui kedaulatan pangan.

Bahkan, kata Rokhmin, hal itu selalu disuarakan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam berbagai acara internal maupun eksternal partai.

Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan, Perikanan dan Nelayan ini mengatakan bahwa WHO, yang merumuskan hasil penelitian menyebutkan suatu negara dengan penduduk dari 100 juta itu akan sukar menjadi maju sejahtera dan berdaulat kalau kebutuhan pangannya bergantung pada impor.

"Kalau saudara mengikuti Rakornas, atau rapat-rapat nasional partai yang lainnya, selalu ibu Ketua Umum menekankan betapa seluruh pilar partai baik di eksekutif, legislatif dan struktur partai di seluruh tanah air harus benar-benar memperkuat dan mengembangkan kedaulatan pangan bangsa," kata Rokhmin dalam paparannya.

WHO, kata dia, juga mensinyalir masa pandemi ini membuat negara-negara dunia rentan krisis pangan.

Oleh karena itu, PDIP mendorong kedaulatan pangan terjadi di Tanah Air, bukan hanya mandiri secara terpusat, tetapi hingga desa per desa di Indonesia, baik untuk masa pandemi ataupun pasca.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengatakan, ada beberapa hal yang membuat kedaulatan pangan sangat strategis bagi Indonesia.

Pertama, kedaulatan pangan menentukan kesehatan, kecerdasan, individu maupun kualitas SDM yang ujungnya adalah kemajuan dari bangsa.

"Kemudian alasan kedua bahwa suplai pangan global cenderung menurun akibat pertambahan jumlah penduduk, kerusakan lingkungan, dan terakhir mafia pangan," katanya.

Di samping itu, pertambahan penduduk juga harus disertai dengan peningkatan produktivitas pangan. Apabila terjadi kekurangan pangan, maka akan memicu gejolak sosial dan politik.

"Ini contohnya bagaimana korelasi antara konsumsi protein komponen penting dari pangan. Kalau semakin tinggi konsumsi proteinnya, semakin maju bangsa tersebut. Kemudian, bahwa menurut penelitian bahwa andaikan bumi ini suhunya meningkat 1 derajat celcius, maka produksi pangan dunia itu akan berkurang 10 persen," paparnya.

Rokhmin juga mengingatkan pidato Proklamator RI Bung Karno pada 1952 yang menyebut pangan adalah hidup mati sebuah bangsa. Hal itu pun diamini oleh WHO. Beruntung, kata Rokhmin, Indonesia memiliki potensi itu karena sebagai negara agraris dan maritim terbesar di dunia.

"Dengan lahan dan laut yang subur harusnya tidak hanya berdaulat pangan, tetapi seharusnya pengekspor bahan pangan dunia atau feeding the world. Harusnya bisa memberi makan masyarakat dunia. Ini pidatonya Bung Karno yang sangat heroik dan futuristik pada 1952 di Kampus ITB," ucap Rokhmin.

Baca juga: Mentan minta anggaran 2021 ditambah Rp10 triliun

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Perekonomian Pertanian Unila Bustanul Arifin, menambahkan, negara yang solid wajib menguatkan stok pangan hingga di sektor domestik.

Dirinya pun khawatir apabila produksi pangan domestik tak kuat, maka akan melahirkan konflik sosial dan politik yang serius di tengah pandemi COVID-19.

"Bantuan sosial tunai juga perlu menjaga daya beli dan akses pangan yang berdampak COVID-19. Bahkan, untuk menjaga kecukupan gizi dan status balita, agar terhindar dari stunting," jelas Bustanul.

Baca juga: Bulog Malang pastikan pasokan beras mencukupi hingga akhir tahun

Baca juga: Siapkan cadangan pangan, Kementan intensifikasi lahan rawa 30.000 ha

Baca juga: Erick Thohir optimalkan BUMN bangun ketahanan pangan nasional


Ia pun mendorong Bulog terus membeli gabah petani dan membuat skema pengadaan beras dalam negeri, dengan insentif harga memadai.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020