tidak ada kaitannya dengan potensi gempa atau tsunami maupun hal-hal mistis
Jakarta (ANTARA) - Deputi bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan fenomena awan hitam memanjang yang terjadi di Meulaboh Provinsi Aceh pada Senin (10/8) murni akibat dinamika atmosfer, bukan pertanda akan terjadi gempa bahkan tsunami.

"Keberadaan awan ini murni merupakan fenomena pembentukan awan yang terjadi akibat adanya kondisi dinamika atmosfer dan tidak ada kaitannya dengan potensi gempa atau tsunami maupun hal-hal mistis," kata Guswanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Secara ilmiah dalam dunia Meteorologi, fenomena awan tersebut dinamakan dengan awan Arcus. Awan arcus merupakan awan yang lazim terjadi meskipun frekuensi kejadiannya jarang, tambah dia.

Awan Arcus memiliki tinggi dasar awan yang rendah, serta formasi pembentukannya horizontal memanjang seolah-olah seperti gelombang. Fitur awan Arcus dapat ditemukan di antara jenis awan Cumulonimbusdan Cumulus.

Baca juga: BMKG: Hujan lebat landa Aceh hingga akhir pekan

Baca juga: BMKG: Barat-selatan dilanda tekanan rendah di tenggara Aceh


Lebih lanjut dia mengatakan, fenomena awan Arcus terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer disepanjang pertemuan massa udara yang lebih dingin dengan massa udara yang lebih hangat serta lembab sehingga membentuk tipe awan yang memiliki pola pembentukan horizontal memanjang.

Kondisi tersebut dapat terjadi salah satunya karena adanya fenomena angin laut dalam skala yang luas mendorong massa udara ke arah daratan.

Fenomena awan Arcus dapat menimbulkan angin kencang dan hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir di sekitar pertumbuhan awan.

Untuk itu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap potensi kondisi cuaca buruk
dan dapat selalu mengupdate informasi cuaca dari BMKG.

Baca juga: Gelombang laut enam meter, ribuan nelayan di Aceh Barat tidak melaut

Baca juga: Puting beliung hempaskan atap bangunan ke tanah di Aceh Singkil

 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020