Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Banjir rob yang melanda Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ibarat tambahan siklus musim, selain kemarau dan penghujan, bagi warga yang bermukim di wilayah itu.

Musibah rutin yang kembali datang untuk kesekian kalinya tersebut mengakibatkan aktivitas kehidupan masyarakat di pesisir utara Laut Jawa itu terganggu hingga memunculkan trauma warga setempat.

Kini, banjir rob kembali menyapa ratusan permukiman warga hingga setinggi paha pria dewasa. Kondisi itu memaksa warga hanya mampu bertahan di dalam rumah tanpa bisa beraktivitas layaknya kehidupan normal.

Aktivitas melaut nelayan yang menjadi mata pencaharian sebagian besar warga terhenti. Kegiatan perniagaan, bercocok tanam, pertambakan, serta sektor usaha lain pun tidak berjalan mengakibatkan roda perekonomian praktis tak berputar.

Lantas apa yang bisa dilakukan warga di tengah kondisi seperti ini? Tak banyak sebenarnya permintaan warga, tidak juga menanti uluran bantuan dari pemerintah. Warga hanya meminta pemerintah hadir di tengah-tengah warga, bersama-sama mencari solusi penanganan yang serius agar musibah serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.

"Ya, Allah, bang banjir dari Kamis kemarin tidak surut-surut, entar mau surut tiba-tiba tinggi lagi. Kemarin tinggi banget pas hari Sabtu sampai sepaha. Tolongin apa, bang, biar dibenerin. Bupati kita ora ada pisan (tidak ada sama sekali) ini. Dimana pemerintah, kami rakyatmu," ucap warga Kampung Muara Jaya Desa Pantai Mekar, Dalih (37), di Bekasi, Selasa.

Jeritan warga yang terdengar cukup lantang di telinga itu hanya meminta pemerintah melakukan penanganan serius agar banjir rob tidak kembali menerjang pemukimannya.

Bagaimana tidak, betapa pilunya warga saat Bulan Desember 2021 datang dengan membawa air pasang masuk ke rumah-rumah. Jangankan beraktivitas, untuk beristirahat saja mereka tak kuasa karena khawatir debit air semakin tinggi.

Baca juga: Warga Muaragembong Bekasi masih dikepung banjir

Butuh penangan serius

Seperti derita Dalih bersama suami dan anak-anaknya, hanya bisa bertahan di dalam rumahnya yang terendam itu. Anak-anaknya yang masih balita kerap menangis karena tidak nyaman dengan kondisi rumah yang terendam.

Sedangkan sang suami tidak bisa bekerja karena akses jalan terputus. Di sisi lain, sang suami memilih bertahan di rumah karena khawatir air makin tinggi. Opsi mengungsi pun tidak bisa dilakukan karena kediaman sanak saudaranya juga dikepung banjir.

Kampung Muara Jaya yang ditinggalinya menjadi salah satu daerah yang kerap dilanda banjir rob terparah. Kampung ini menjadi daratan paling utara di antara batas pantai lainnya. Lokasinya pun paling dekat dengan Jakarta Utara.

Berdasarkan pantauan di lapangan, ketinggian banjir rob di Muara Jaya bervariasi mulai di atas mata kaki hingga setinggi lutut orang dewasa. Banjir di wilayah itu mulai terjadi sejak pekan lalu. Ketika itu angin bertiup lebih kencang dari biasanya hingga membuat air laut menggenangi rumah warga.

Sejak pertama merendam, banjir rob ini tidak pernah benar-benar surut. Permukaan air biasanya naik pada pagi hari, kemudian semakin tinggi menjelang siang. Setelah itu, air sempat surut tapi kemudian naik kembali.
Hiburan anak-anak di wilayah Kampung Muara Jaya, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, saat banjir rob surut untuk sesaat pada Selasa (7/12/2021). (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah).
Kondisi terkini banjir rob telah melanda lima dari total enam desa di wilayah Kecamatan Muaragembong di antaranya Pantai Mekar, Pantai Sederhana, Pantai Bahagia, Pantai Harapan Jaya, dan Pantai Bakti. Satu desa tidak terendam yakni Desa Jayasakti lantaran lokasinya yang tidak berada di pesisir pantai.

Camat Muaragembong Lukman Hakim mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi banjir rob, namun ikhtiar tersebut tidak maksimal karena tidak ditangani secara menyeluruh. Kewenangan penanganan pesisir pantai berada di ranah tingkat provinsi dan pusat.

"Kami berharap ada penanganan serius karena yang menjadi korban masyarakat kami. Setiap tahun kami terus menjalin komunikasi dengan provinsi dan pusat, namun tidak ada tindakan nyata. Kalau survei mah sering," katanya.

Baca juga: Dilanda banjir, 500 keluarga di Muaragembong-Bekasi terisolasi

Sepantasnya segera diakhiri

Lukman menyayangkan penanganan yang dilakukan saat ini baru sebatas tanggap darurat. Padahal setiap tahun banjir rob terus meluas karena terjadi abrasi hampir di seluruh pesisir pantai.

"Perlu penanganan serius. Saat ini yang ditangani baru tanggul-tanggul sungai yang jebol tapi itu juga baru tanggap darurat. Kami mohon banjir rob ini diselesaikan juga karena kasihan warga," ucapnya.

Pihaknya mengusulkan pemerintah pusat membangun tanggul pantai dan penampungan air di sepanjang pesisir Muaragembong untuk mengurangi dampak banjir rob yang setiap tahun melanda wilayahnya.

Pembangunan infrastruktur itu diharapkan mampu menahan laju luapan tinggi air laut yang saat ini sudah berada pada titik - 240 pp. "Jadi nantinya akan terintegrasi antara tanggul pantai dengan penampung yang dimaksud," kata dia.

Bagaimanapun skema maupun teknis penanganan banjir rob nanti, warga Muaragembong saat ini terus menanti perbaikan nyata secara menyeluruh. Jeritan warga sudah sepantasnya segera diakhiri melalui upaya optimal pemerintah dan semoga musibah ini tidak berulang di kemudian hari.*

Baca juga: Cegah banjir, warga Muaragembong-Bekasi minta perbaikan tanggul

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021