Manokwari (ANTARA) - Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw mengatakan bahwa kasus stunting atau kekerdilan pada anak di provinsi itu membutuhkan perhatian serius.

"Oleh karena itu, faktor risiko atau prevalensi kasus stunting di Papua Barat akan menjadi salah satu agenda prioritas kami memimpin pemerintahan transisi," kata Paulus Waterpauw di Manokwari, Sabtu (21/5).

Baca juga: Kemenko PMK: TPK aktor penting bantu selesaikan stunting di Indonesia
 
Dalam waktu singkat di masa transisi pemerintahan ini, kata dia, pihaknya berupaya melakukan intervensi nyata bidang kesehatan untuk menurunkan angka stunting yang cukup memprihatinkan.
 
Dia mengajak semua pihak bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan anak di Provinsi Papua Barat, terutama kesehatan anak yang berkaitan dengan kasus stunting yang cukup tinggi di tengah kemajuan pembangunan dan dalam kerangka Otonomi Khusus (Otsus).

Baca juga: Wapres Ma'ruf perintahkan kolaborasi untuk turunkan angka stunting
 
"Harus ada upaya dan solusi bersama untuk menurunkan kasus stunting Papua Barat. Kesehatan anak yang bebas dari stunting adalah wajah sesungguhnya kehadiran pemerintah," kata Waterpauw.

Angka stunting di Papua Barat pada tahun 2022 secara nasional berada pada angka 26,2 persen dari 13 kabupaten dan kota, bahkan enam daerah di antaranya memiliki prevalensi balita stunting di atas 30 persen.

Baca juga: Akademisi: Sosialisasi program pencegahan kekerdilan harus digencarkan
 
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Papua Barat mencatat enam daerah dengan prevalensi balita stunting di atas 30 persen, yakni Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf) sebesar 40,1 persen, Sorong Selatan 39,6 persen, Tambrauw 39,4 persen, Maybrat 34,5 persen, Raja Ampat 31,1 persen, dan Kabupaten Teluk Wondama 31,0 persen.

Pewarta: Hans Arnold Kapisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022