Bekasi (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menegaskan era revolusi industri 4.0 tidak bisa dihindari karenanya perguruan tinggi dituntut lebih kreatif, inovatif dan menerapkan multidisiplin.

"Perkembangan pendidikan di Indonesia menghadapi kondisi era revolusi industri 4.0 yang cukup merepotkan. Era baru dalam dunia ini memerlukan kebijakan berbeda di perguruan tinggi," kata Nasir saat memberikan kuliah umum Kebijakan Pendidikan Tinggi untuk Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 di Universitas Gunadarma Kampus J6 Cikunir, Bekasi, Selasa.

Pendidikan global di era revolusi industri 4.0, ia mengatakan, tidak lagi menciptakan batas mengingat adanya kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK). Tidak bisa lagi menghindari internet, sistem cloud computing, media, dan persaingan.

"Bukan negara dengan penduduk jumlah besar yang akan menang dalam persaingan tetapi negara dengan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menghasilkan inovasi yang akan menang," ujar dia.

Pergeseran peran dari profesi seseorang akan banyak terjadi dengan adanya Artificial Intelligence (AI). Ia mencontohkan profesi akunting bisa saja diambil alih oleh ahli TIK yang menguasai AI.

"Riset di Korea Selatan di Daejun membuat chip terkecil di dunia untuk dimasukkan ke pembuluh darah untuk merekam kondisi kesehatan selama satu tahun. Dengan BIG Data, chip ini juga mampu menyimpan data personal dan mendeteksi lokasi," ujar dia.

Posisi Indonesia, ia mengatakan berada di jalur yang tepat untuk menjalankan revolusi industri 4.0 namun belum mampu berlari kencang menyusul Singapura, Malaysia, Thailand. Indonesia pun harus berhati-hati dengan Vietnam, sehingga kompetisi dan kompetensi harus diperkuat.

Baca: Presiden ingin masyarakat manfaatkan revolusi industri 4.0

Pewarta: Virna Puspa Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018