Tidak boleh atas nama pemberantasan korupsi lalu secara serampangan mengungkap kasus korupsi di laman sosial media atau di wilayah publik lainnya
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  menyatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus dibasmi, tetapi pengungkapan kasus korupsi tidak boleh serampangan.

Pengungkapan kasus korupsi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, diungkapkan dan disampaikan kepada aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk itu, kata Ketua PBNU bidang Hukum, HAM,  dan Perundang-undangan Robikin Emhas.

"Tidak boleh atas nama pemberantasan korupsi lalu secara serampangan mengungkap kasus korupsi di laman sosial media atau di wilayah publik lainnya seperti kasus Indoleaks yang belakangan merilis dugaan penerimaan aliran dana dari pengusaha kepada Kapolri Tito Karnavian," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat. 

Betapapun seseorang yakin dengan informasi dan alat bukti yang dimiliki, kata Robikin, informasi itu masih bersifat sepihak. 

"Masih perlu ditelusuri lebih lanjut oleh penyelidik atau penyidik selaku aparat penegak hukum," kata Robikin yang juga berprofesi sebagai advokat.

Menurut Robikin, pengungkapan kasus korupsi secara serampangan justru akan kontraproduktif bagi upaya pemberantasan korupsi dan berpotensi melanggar HAM.

Selain berdampak buruk bagi seseorang dan keluarga yang belum tentu bersalah, pengungkapan kasus korupsi secara serampangan bahkan dapat memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. 

Jika terus terjadi, lanjut Robikin, hal itu dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proses penegakan hukum yang pada gilirannya justru merugikan masyarakat, bangsa, dan negara. 

"Meskipun korupsi merupakan extraordinary crime, hindarkan kemungkinan terjadinya trial by the press. Dalam negara yang beradab, praduga tak bersalah dalam penegakan hukum harus tetap dijunjung tinggi," kata Robikin.

Baca juga: Polri-KPK diharapkan tidak dibenturkan

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018