Jakarta, 2/10 (Antara) - Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta menyatakan Ibu Kota mengalami inflasi sebesar 0,28 persen secara month to month (mtm) pada Bulan Oktober 2018 ini.

Direktur BI DKI Jakarta Trisno Nugroho mengatakan pada bulan Oktober 2018 ini terdapat kenaikan harga pada beberapa kelompok pengeluaran, seperti kelompok  perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok transportasi, komunikasi dan kasa keuangan.

"Perkembangan harga-harga tersebut membawa Jakarta mengalami inflasi sebesar 0,28 persen mtm," kata Trisno saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Walau sama dengan perkembangan inflasi nasional yakni 0,28 persen mtm, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya 0,09 persen mtm. Dengan perkembangan ini, lanjut Trisno laju inflasi DKI Jakarta sejak awal tahun tercatat sebesar 2,35 persen year to date (ytd) atau 3,10 persen secara year on year (yoy).

"Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar," ujarnya.

Indeks harga kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar itu sendiri, mengalami kenaikan sebesar 0,81 persen secara mtm.

Di tengah stabilnya biaya tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga, kenaikan harga sewa rumah serta kontrak rumah menyebabkan biaya tempat tinggal di Jakarta meningkat secara umum.

"Biaya tempat tinggal yang tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,62 persen (mtm), menyumbang 0,18 persen dari seluruh kenaikan indeks harga konsumen (IHK) DKI Jakarta Oktober 2018," ucapnya.

Inflasi DKI Jakarta turut disumbangkan oleh kenaikan harga bensin nonsubsidi. Walau tarif angkutan udara masih mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, kenaikan harga bensin nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertamina Dex pada 10 Oktober 2018 menyebabkan subkelompok transportasi mengalami inflasi sebesar 0,11 persen dalam mtm.

Kenaikan ini mengikuti harga minyak internasional yang memiliki tren meningkat sejak awal tahun 2018. Kenaikan tarif tol JORR sejak 29 September 2018 turut mendorong subkelompok sarana dan penunjang transpor naik sebesar 0,31 persen dalam mtm.

Di tengah berbagai kenaikan tersebut, kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi menjadi penahan laju inflasi lebih lanjut di Ibu Kota. Adapun kelompok bahan makanan tercatat mengalami deflasi sebesar 0,14 persen dalam mtm.

Bahan pangan seperti beras, telur ayam ras, bawang merah dan melon mengalami penurunan harga, seiring pasokan yang melimpah, yang selanjutnya menyebabkan kelompok bahan makanan mengalami deflasi secara umum.

"Jika memperhatikan kebijakan harga pemerintah terkait komoditas-komoditas yang harganya dikendalikan, serta perkembangan harga-harga, serta pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta, tekanan inflasi pada November 2018 diprakirakan mereda," ucapnya.

Di tengah risiko kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi akibat harga minyak internasional yang meningkat, harga bahan makanan diperkirakan tetap terjaga. Sementara itu, selama November 2018 tidak ada momen khusus yang dapat memengaruhi permintaan masyarakat secara signifikan.

"Dengan kondisi ini tekanan harga dari sisi permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa secara umum relatif dapat terjaga," ucapnya.

Trisno menambahkan penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2018 sesuai dengan sasaran inflasi nasional 3,5 persen plus minus 1.

TPID Jakarta akan terus berkomunikasi dan berkoordinasi agar penerapan harga barang dan jasa yang dikendalikan oleh Pemerintah tidak menganggu pencapaian sasaran inflasi secara umum. Stabilitas harga pangan juga akan terus dijaga melalui kesinambungan pasokan di Ibukota. ***3***

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018