Remaja putri perlu menyadari bahwa persiapan hamil itu butuh kecukupan gizi
Jakarta (ANTARA News) - Tubuh kecil dan kurus pada perempuan berbahaya bagi kesehatan yang bisa berdampak pada keturunannya, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Siswanto.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, Siswanto menerangkan saat ini masih ada pandangan di kalangan remaja putri bahwa memiliki tubuh yang kecil, langsing, tidak gemuk merupakan sebuah kecantikan.

“Remaja putri di Indonesia masih ada yang memiliki pandangan bahwa mengenai body image yang kurus dan kecil seperti pensil itu dianggap cantik. Remaja putri perlu menyadari bahwa persiapan hamil itu butuh kecukupan gizi,” ujar Siswanto saat memaparkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 di hadapan seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia dalam kegiatan Rapat Koordinasi Operasional Program (Rakorpop).

Menurutnya, pandangan tersebut sangat penting untuk diluruskan mengingat remaja putri merupakan calon ibu di masa depan.

Dia menerangkan semakin muda usia calon ibu maka semakin besar risiko terjadinya kondisi kurang energi kronis (KEK).

Jika seorang ibu hamil  kondisinya kurang energi kronis (KEK) akan membawa dampak bagi janin yang sedang dikandungnya, karena dapat berpeluang melahirkan bayi dengan berat di bawah  2,5 kg yang sering disebut berat bayi lahir rendah (BBLR) atau panjang badan saat lahir di bawah 48 cm.

“Ibu hamil yang KEK merupakan calon produsen anak stunting. Karena kalau ibunya kurang energi, anaknya lahir BBLR atau pendek,” jelas Siswanto.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memotret penurunan angka KEK pada wanita usia subur dari 24,2 persen di 2013 dan wanita usia subur dengan KEK tidak hamil sebesar 20,8 persen. Sementara Riskesdas 2018 menunjukkan penurunan menjadi 17,3 persen dan 14,5 persen pada kategori yang sama.

Namun adanya anggapan yang salah pada remaja mengenai ukuran kecantikan yang diidentikkan dengan kurus badan, menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan stunting.

Belum lagi tantangan anemia pada remaja putri dari 37,1 persen pada Riskedas 2013 yang justru mengalami peningkatan menjadi 48,9 persen pada Riskesdas 2018, dengan proporsi anemia ada di kelompok umur 15-24 tahun dan 25-34 tahun. 

Siswanto menerangkan hal-hal tersebut jelas menguatkan bahwa kesehatan remaja sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan, terutama dalam upaya mencetak kualitas generasi penerus bangsa di masa depan. 

Baca juga: Menkes ingatkan ibu hamil jaga asupan gizi
Baca juga: Ibu hamil dan menyusui disarankan konsumsi ikan

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018