Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo meminta penyederhanaan laporan surat pertanggungjawaban (SPJ) di kementerian dan lembaga maupun pemerintah daerah.

"Ini yang saya keluhkan ke menteri-menteri urusan SPJ, walau ada yang mengatakan: SPJ bukan akuntansi Pak, itu administrasi negara, tapi tidak, saya tahu (SPJ) itu akuntansi juga," kata dia, di Istana Negara, Jakarta pada Selasa.

Ia menyampaikan hal tersebut dalam peresmian pembukaan Kongres XIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang dihadiri oleh sekitar 300 anggota dan pengurus IAI.

Hadir juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati; Menteri ESDM, Ignasius Jonan; Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir; Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly; Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Moermahadi Soerja Djanegara, dan Ketua Ikatan Akuntan Indonesia sekaligus Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo.

"Saya berikan contoh. Saya kalau ke daerah atau ke kementerian, senang saya waktu jalan-jalan ke sekolah, tengah malah lampunya masih menyala. Ada apa ini? Saya datang ke dalam, kepala sekolahnya ada, gurunya ada, saya pikir ini menyiapkan perencanaan belajar-mengajar, saya selalu positive thinking, tapi begitu mendekat saya tanya ramai-ramai sampai malam menyiapkan apa? Ternyata dijawab: Pak kami menyiapkan laporan SPJ," kata Jokowi.

Ia mengaku kondisi serupa tidak hanya dialami oleh satu-dua sekolah tapi juga di dinas-dinas lain di daerah.

"Saya datang lagi melihat ke dinas PU (Pekerjaan Umum), tengah malam ada apa menyiapkan proyek atau menggerakkan alat-alat berat dari satu tempat ke tempat lain, pikiran saya seperti itu positive thinking, ini tengah malam ada apa mencorat-coret, ternyata dijawab `Pak kami menyiapkan SPJ`, sama semua, di mana-mana urusan SPJ," kata dia.

Selain guru dan pegawai di dinas pemerintah daerah, Presiden juga mengaku sejumlah kepala desa (kades) mengeluhkan panjangnya laporan SPJ.

"Saya juga ketemu kades-kades dalam rangka kontrol penggunaan dana desa, yang empat tahun ini sudah digelontorkan Rp147 triliun, mereka mengatakan: Pak laporan SPJ-nya terlalu banyak, SPJ lagi, SPJ lagi," kata dia.

Berbelitnya laporan SPJ juga dialami oleh para pengungsi gempa di Lombok,NTB saat menunggu pencairan bantuan.

"Sekarang pengalaman, urusan gempa bumi di Lombok, sudah 2,5 bulan kok uang anggaran untuk rumah-rumah ini belum bisa diterima oleh masyarakat yang rumahnya roboh terkena gempa, padahal uang sudah ditransfer. Saya memang orang jalanan, senang mengecek di lapangan, ternyata prosedurnya ada 17, saya kaget, padahal masyarakat sudah nunggu, uangnya sudah ada," kata dia.

Ia pun memerintahkan agar 17 prosedur itu dipotong tapi dengan tetap menjaga akuntabilitas. "Saya minta cepat, prosedur tidak usah banyak-banyak, tidak usah 17, saya minta satu saja, nyatanya bisa, dirapatkan berapa kali akhirnya bisa satu prosedur, kalau bisa satu kenapa 17?," kata dia.

Setelah meneliti lebih lanjut, bahkan untuk laporan SPJ itu, kata dia, total ada 123 aturan turunan.

"Apa yang menyebabkan? Saya semakin tahu. Saya cek, ada 43 laporan yang harus disiapkan untuk SPJ, itu baru (aturan) bapak-ibunya, ternyata ada anak cucu lagi, ternyata harus ada aturan 123 lagi, dari 43 aturan beranak-cucu jadi 123 lagi, energi habis untuk urusan laporan dan SPJ," kata dia.

Menurut Mardiasmo, setidaknya ada 35.000 akuntan di Indonesia dan Indonesia adlah negara penghasil akuntan terbesar di Asia Tenggara atau 45 persen dari total mahasiswa lulusan jurusan akuntansi.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018