Jakarta (ANTARA News) - Presiden kelima RI  Megawati Soekarnoputri merayakan ulang tahun ke-72 dimeriahkan dengan peluncuran buku "The Brave Lady" serta  pentas tari dan lagu dari Swara Bergembira di Jakarta, Rabu.

Peluncuran buku "The Brave Lady: Megawati Dalam Catatan Kabinet Gotong-Royong" berisi catatan para Menteri Kabinet Gotong-Royong terhadap kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, yang menilai sebagai perempuan pemberani.

Pada peluncuran buku tersebut, empat Menteri menyampaikan testimoni, yakni Menteri  Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Keuangan Boediono, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Malik Fajar.

Purnomo saat memberikan testimoni menjelaskan dirinya yang pertama menyebutkan julukan "The Brave Lady" kepada Megawati Soekarnoputri karena dinilai berani menghadapi tantangan yang sulit.

Menurut Purnomo, Megawati adalah perempuan pertama yang menjadi presiden dan berani mengambil keputusan dalam situasi sulit, sehingga dia menyebutnya dalam sebuah tulisan adalah "The Brave Lady" .
Purnomo  menceritakan bagaimana  keberanian Megawati membuat keputusan yang tepat pada saat menjadi presiden, di mana kondisi Indonesia masih krisis.

"Saya sebagai menteri energi, waktu itu mengusulkan kepada Ibu Megawati untuk berangkat ke Amerika, bertemu Presiden AS," katanya.

Purnomo mengusulkan Presiden Megawati ke Amerika Amerika Serikat untuk menghadiri konferensi energi di Houston dan Megawati memutuskan untuk berangkat.

"Setelah diputuskan berangkat, ternyata terjadi peristiwa pewasat menabrak Twin Tower dikenal dengan tragedi 11 September. Meskipun situasi keamanan sedang tegang, Ibu Megawati memutuskan tetap berqangkat. Disitu brave-nya," katanya.

Hasilnya, Indonesia mendapat komitmen investasi sebesar Rp200 triliun. Momen itu mengubah persepsi dunia tentang Indonesia yang dianggap hancur saat itu.

Megawati yang hadir belakangan di acara itu sempat juga bercerita sedikit tentang kejadian itu. Kunjungannya ke Amerika Serikat itu sekalian kesempatannya mengkritik AS, saat dirinya bertemu Presiden Bussh Jr, soal embargo senjata ke Indonesia. 

"Ketemu dengan Bush, saya katakan saya ini presiden baru. Saya bilang, Indonesia katanya sahabat Amerika, masa urusan persenjataan kita diembargo? Jadi straight to the point," cerita Megawati.

Kisah kedua yang diceritakan Poernomo adalah tambang migas Tangguh, di Papua, yang saat itu tak diminati dunia internasional.

Dia mengusulkan Megawati berangkat ke Tiongkok untuk melobi negeri itu dan Mega menyanggupi.

Kunjungan Megawati ke Tiongkok dikenal sebagai diplomasi Bengawan Solo, yang  akhirnya berhasil. "Dari situ, menyusul proyek Jembatan Suramadu, dan  proyek migas lainnya," katanya.

Di Indonesia, pada saat itu, kata Purnomo, ada komentar dan kritik yang menyudutkan pemerintah, tapi realitasnya pinjaman untuk investasi Tangguh udah lunas.

"Yang dulu mengkritik diam. Sekarang mau dibangun Tangguh III, Tangguh IV. Sukses investasinya dan Papua happy. Ini alasan kedua Ibu Mega sebagai The Brave Lady," beber Poernomo.

Buku tersebut disunting oleh Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, serta mantan jurnalis Kristin Samah. 

Turut hadir dalam peluncuran buku itu mantan wapres Boediono, Hamzah Haz, dan Try Sutrisno. Kemudian mantan menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda, Mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, Mantan Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Mantan Kepala Bapenas Kwik Kian Gie, Mantan Menteri Riset dan Teknologi Hatta Rajasa.

Hadir juga mantan Kapolri Da'i Bachtiar, Mantan Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom. Keluarga Megawati yakni, Guntur Soekarnoputri dan Sukmawati Soekarnoputri.

Menteri pada Kabinet Kerja era Presiden Jokowi, yang tampak hadir yakni Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta Menteri Desa Eko Putro Sandjojo.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019