Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Turki belum tahu apakah akan mendeportasi warga negara Indonesia (WNI) eks-simpatisan kelompok Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) menyusul keputusan Pemerintah Indonesia yang menolak memulangkan mereka, kata Duta Besar Turki untuk Indonesia Mahmut Erol Kilic di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.

“Pemerintah kami punya beberapa program antara lain sebanyak mungkin kami menangkap mereka di perbatasan dan mengembalikan mereka sesuai negara asal di paspornya. Banyak yang sudah kami kirimkan kembali ke Jerman, Prancis, Belgia dan juga Indonesia. Tapi untuk saat ini, kami belum tahu,” kata Kilic usai bertemu Wapres Ma’ruf Amin di Jakarta, Rabu.

Sebagai negara yang kerap dimanfaatkan untuk transit menuju Suriah, Turki beberapa kali mendeportasi warga negara asing yang terdeteksi hendak bergabung dengan ISIS, termasuk juga WNI.

“Seperti kita tahu, Turki merupakan perbatasan dan beberapa kombatan internasional yang secara ilegal masuk bergabung dengan kelompok tersebut (ISIS), beberapa di antaranya ingin kembali ke negara asalnya,” katanya.

Meskipun Turki bisa mendeportasi warga negara asing yang melintasi batas ke Suriah secara ilegal, repatriasi tersebut juga tergantung pada sikap masing-masing negara asal.

“Setiap negara menggunakan pendekatan berbeda, beberapa menerima dan melakukan deradikalisasi terhadap mereka. Namun beberapa juga tidak bisa menerima repatriasi karena ingin menghormati masyarakat di negaranya,” jelasnya.

Menurut Kilic, salah satu upaya penting yang dilakukan negara-negara Islam adalah menanamkan pemahaman bahwa Islam merupakan agama moderat.

“Kita harus memikirkan bagaimana melakukan deradikalisasi, mengajarkan kepada mereka Islam yang sesungguhnya, bahwa membunuh sesama bukanlah ajaran agama Islam,” tegasnya.

Kilic mengatakan keberadaan ISIS juga merugikan Pemerintah Turki dimana kelompok-kelompok kombatan tersebut juga melakukan aksi teror di dalam negeri Turki.

“Mereka membunuh banyak tentara dan masyarakat Turki, mereka juga melakukan Takfiri. Ini merupakan masalah besar bagi kami, Turki dan juga negara Islam lain,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia memutuskan tidak akan memulangkan ratusan WNI eks-kombatan ISIS. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyatakan Presiden Joko Widodo sudah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI yang terlibat jaringan terorisme di luar negeri, termasuk jaringan ISIS.

Keputusan tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk memberi rasa aman kepada 267 juta masyarakat di dalam negeri dari ancaman tindak terorisme.

Berdasarkan data yang dikemukakan Mahfud, terdapat 689 WNI yang merupakan teroris lintas batas atau foreign terrorist fighter/FTF.

"Karena kalau teroris FTF ini pulang, itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," kata Mahfud.


Pewarta : Fransiska Ninditya
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024