Mataram (ANTARA) - Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin menegaskan pemerintah masih mempertimbangkan kebijakan memulangkan anak-anak WNI eks ISIS yang usianya masih di bawah 10 tahun.
"Soal kepulangan anak WNI eks ISIS masih dipertimbangkan," ujarnya seusai mengisi kuliah umum dengan tema "Penangkalan Faham Radikalisme" di Universitas Mataram (Unram) di Kota Mataram, NTB, Rabu.
Menurutnya, sebelum membuat sebuah keputusan apakah memulangkan atau tidak, tentu pemerintah perlu pertimbangan. Sebab, jangan sampai ketika anak tersebut besar mempunyai memori yang dikhawatirkan masih memiliki pengaruh terhadap faham radikal dan terorisme.
"Makanya masih dipertimbangkan, jangan sampai dari sisi manusianya mempunyai memori yang dikhawatirkan sampai besarnya masih memberi pengaruh terhadap faham radikal dan terorisme," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah memutuskan untuk tidak memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat jaringan terorisme di luar negeri, termasuk jaringan ISIS.
Mahfud, di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa, menjelaskan keputusan tersebut karena pemerintah ingin memberi rasa aman kepada 267 juta rakyat Indonesia di Tanah Air dari ancaman tindak terorisme.
Berdasarkan data yang dikemukakan Mahfud, terdapat 689 WNI yang merupakan teroris lintas batas atau foreign terrorist fighter/FTF.
"Karena kalau teroris FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," kata dia usai rapat dengan Presiden Joko Widodo.
Mahfud menyebutkan setidaknya sekitar 689 teroris lintas batas asal Indonesia berada di sejumlah negara. Pemerintah masih mendata latar belakang dan peran para teroris tersebut.
Teroris tersebut, ucap Mahfud, di antaranya berada di Suriah, Turki, dan Afghanistan.
"Pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas orang-orang yang dianggap terlibat teror, bergabung dengan ISIS," ujar dia.
Namun, kata Mahfud, jika terdapat anak-anak dengan usia di bawah 10 tahun yang termasuk teroris lintas batas itu, pemerintah akan mempertimbangkan untuk memulangkannya.
"Dipertimbangkan setiap kasus. Apakah anak itu di sana ada orang tuanya atau tidak," katanya.
"Soal kepulangan anak WNI eks ISIS masih dipertimbangkan," ujarnya seusai mengisi kuliah umum dengan tema "Penangkalan Faham Radikalisme" di Universitas Mataram (Unram) di Kota Mataram, NTB, Rabu.
Menurutnya, sebelum membuat sebuah keputusan apakah memulangkan atau tidak, tentu pemerintah perlu pertimbangan. Sebab, jangan sampai ketika anak tersebut besar mempunyai memori yang dikhawatirkan masih memiliki pengaruh terhadap faham radikal dan terorisme.
"Makanya masih dipertimbangkan, jangan sampai dari sisi manusianya mempunyai memori yang dikhawatirkan sampai besarnya masih memberi pengaruh terhadap faham radikal dan terorisme," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah memutuskan untuk tidak memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat jaringan terorisme di luar negeri, termasuk jaringan ISIS.
Mahfud, di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa, menjelaskan keputusan tersebut karena pemerintah ingin memberi rasa aman kepada 267 juta rakyat Indonesia di Tanah Air dari ancaman tindak terorisme.
Berdasarkan data yang dikemukakan Mahfud, terdapat 689 WNI yang merupakan teroris lintas batas atau foreign terrorist fighter/FTF.
"Karena kalau teroris FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," kata dia usai rapat dengan Presiden Joko Widodo.
Mahfud menyebutkan setidaknya sekitar 689 teroris lintas batas asal Indonesia berada di sejumlah negara. Pemerintah masih mendata latar belakang dan peran para teroris tersebut.
Teroris tersebut, ucap Mahfud, di antaranya berada di Suriah, Turki, dan Afghanistan.
"Pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas orang-orang yang dianggap terlibat teror, bergabung dengan ISIS," ujar dia.
Namun, kata Mahfud, jika terdapat anak-anak dengan usia di bawah 10 tahun yang termasuk teroris lintas batas itu, pemerintah akan mempertimbangkan untuk memulangkannya.
"Dipertimbangkan setiap kasus. Apakah anak itu di sana ada orang tuanya atau tidak," katanya.