Mataram (ANTARA) - Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), HW Musyafirin mengungkapkan hingga saat ini mata rantai terpaparnya Covid-19 pasien SY (63) asal Sumbawa Barat yang meninggal beberapa waktu lalu di RSU HL Manambai Sumbawa belum juga ditemukan.
Pemerintah telah mengidentifikasi 26 orang yang kontak erat dengan SY termasuk keluarga dan tukang pijit serta jamaah tabligh klaster Gowa Sulsel yang pernah kontak dengan SY.
"Sampai saat ini, belum ketemu mata rantai penyebarannya, dari mana asal SY ini terpapar belum diketahui," kata HW Musyafirin pada acara Istighotsah dan Doa bersama keluarga besar nahdlatul Ulama PCNU KSB, di Taliwang, Selasa (21/4) malam.
Dari keterangan pihak Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), SY pernah kontak langsung dengan orang yang mempunyai gejala atau sakit demam, pilek dan batuk, tetapi setelah dipastikan pihak provinsi juga tidak tahu siapa orangnya.
Alternatif lainnya, jelas Bupati, adalah istri anak SY yang pernah ke Mataram pada 11 Maret dan 16 Maret 2020, jika dihitung maka selang waktu itu harusnya masa inkubasi virus sudah selesai karena SY dilarikan ke RSU sekitar sebulan lebih setelah itu.
Namun hasil rapid tes, anak dan istri SY dinyatakan normal. Untuk memastikan Bupati meminta keluarga SY diswab.
Selain itu, ada lima orang jamaah Tabligh klaster Gowa Sulawesi Selatan di KSB, setelah dicek, satu menunjukan reaktif tetapi tidak pernah ketemu dengan Almarhum SY.
“SY ini pernah ketemu dengan satu jamaah Tabligh klaster Gowa yaitu YB, tetapi hasil swab YB dinyatakan negatif,” katanya.
Begitu juga dua tukang pijit yang memijat sehari sebelum SY dirujuk ke RSU, hasil rapid tes kedua nya normal.
Jika SY terpapar Covid19 di KSb maka tukang pijit yang bergulat dengan nya pasti juga terpapar.
“Jika mata rantai ini tidak bisa ditemukan, salah satu opsi yang memungkinkan adalah dia terjangkit atau terpapar di luar KSB, bisa saja di RSUD Sumbawa,” tutur Bupati.
Ini kemungkinan-kemungkinan yang bisa diambil karena menurut anak SY, saat di Sumbawa perawat yang menangani memakai APD yang sama untuk menangani beberapa pasien sekaligus.
Bupati juga menegaskan, ini bukan semata-mata kita saling menyalahkan atau pemerintah menutup tangan, tetapi ini untuk memastikan penyebarannya dari mana sehingga dapat di potong mata rantai tersebut.
“Tetapi Rapid tes bukan cara untuk menentukan ada atau tidaknya corona, tetapi apakah dia ada tanda-tanda gejala atau tidak. Yang menentukan adalah hasil Swab,” kata bupati.
Pemerintah telah mengidentifikasi 26 orang yang kontak erat dengan SY termasuk keluarga dan tukang pijit serta jamaah tabligh klaster Gowa Sulsel yang pernah kontak dengan SY.
"Sampai saat ini, belum ketemu mata rantai penyebarannya, dari mana asal SY ini terpapar belum diketahui," kata HW Musyafirin pada acara Istighotsah dan Doa bersama keluarga besar nahdlatul Ulama PCNU KSB, di Taliwang, Selasa (21/4) malam.
Dari keterangan pihak Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), SY pernah kontak langsung dengan orang yang mempunyai gejala atau sakit demam, pilek dan batuk, tetapi setelah dipastikan pihak provinsi juga tidak tahu siapa orangnya.
Alternatif lainnya, jelas Bupati, adalah istri anak SY yang pernah ke Mataram pada 11 Maret dan 16 Maret 2020, jika dihitung maka selang waktu itu harusnya masa inkubasi virus sudah selesai karena SY dilarikan ke RSU sekitar sebulan lebih setelah itu.
Namun hasil rapid tes, anak dan istri SY dinyatakan normal. Untuk memastikan Bupati meminta keluarga SY diswab.
Selain itu, ada lima orang jamaah Tabligh klaster Gowa Sulawesi Selatan di KSB, setelah dicek, satu menunjukan reaktif tetapi tidak pernah ketemu dengan Almarhum SY.
“SY ini pernah ketemu dengan satu jamaah Tabligh klaster Gowa yaitu YB, tetapi hasil swab YB dinyatakan negatif,” katanya.
Begitu juga dua tukang pijit yang memijat sehari sebelum SY dirujuk ke RSU, hasil rapid tes kedua nya normal.
Jika SY terpapar Covid19 di KSb maka tukang pijit yang bergulat dengan nya pasti juga terpapar.
“Jika mata rantai ini tidak bisa ditemukan, salah satu opsi yang memungkinkan adalah dia terjangkit atau terpapar di luar KSB, bisa saja di RSUD Sumbawa,” tutur Bupati.
Ini kemungkinan-kemungkinan yang bisa diambil karena menurut anak SY, saat di Sumbawa perawat yang menangani memakai APD yang sama untuk menangani beberapa pasien sekaligus.
Bupati juga menegaskan, ini bukan semata-mata kita saling menyalahkan atau pemerintah menutup tangan, tetapi ini untuk memastikan penyebarannya dari mana sehingga dapat di potong mata rantai tersebut.
“Tetapi Rapid tes bukan cara untuk menentukan ada atau tidaknya corona, tetapi apakah dia ada tanda-tanda gejala atau tidak. Yang menentukan adalah hasil Swab,” kata bupati.