Mataram (ANTARA) - Wali Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, H Ahyar Abduh mencanangkan agrowisata petik buah Mataram, sebagai objek wisata dengan konsep pertanian hortikultura terpadu, yang berada di kawasan Rembiga, Kecamatan Selaparang.
Kegiatan pencanangan tersebut ditandai dengan panen perdana sejumlah buah-buahan yang ada di areal agrowisata hortikultura oleh Wali Kota bersama istri Hj Suryani Ahyar Abduh, didampingi Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli dan sejumlah jajarannya serta pihak pengelola agrowisata di Mataram, Rabu.
Di sela berkeliling areal agrowisata dengan luas lahan 1,3 hektare, Wali Kota memberikan apresiasi terhadap warga setempat karena mampu mengoptimalkan potensi lahan di kota ini dengan pengembangan tanaman hortikultura untuk jenis buah-buahan.
"Prospek penjualan buah-buahan di Kota Mataram khususnya cukup bagus, bahkan tidak hanya untuk Mataram melainkan juga untuk luar kota dan luar pulau," katanya.
Dikatakannya, di atas lahan 1,3 hektare ini, pihak pengelola mengembangkan sekitar 30 jenis buah-buahan dari berbagai jenis diantaranya, kelengkeng, jeruk, jambu kristal, pepaya, pisang, anggur, belimbing, dan lainnya.
"Nilai ekonomis terhadap hasil buah-buahan ini tentu cukup tinggi. Apalagi, dikonsep dengan pengembangan agrowisata sehingga bisa memberikan nilai lebih bagi petani," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mendukung pengembangan potensi agrowisata tersebut, wali kota mengajak masyarakat agar datang ke agrowisata dan menikmati sensasi berwisata, berbelaja, sekaligus memetik buah-buahan sendiri langsung dari pohonnya.
"Agrowisata hortikultura ini juga bisa menjadi ajang edukasi bagi masyarakat," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengajak petani lainnya agar bisa mengembangkan program serupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Meskipun lahan pertanian kita terbatas, tapi kalau dikelola dengan baik maka bisa bernilai ekonomis yang tinggi," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli yang mendampingi wali kota menambahkan, pertanian hortikultura memang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pertanian pangan. Hal itu, bisa dilihat dengan penghasilan dari pengelola agrowisata buah buahan ini.
Menurut pengelola, katanya, lahan seluas 1,3 hektare tersebut dikelola bersama 10 orang petani, dengan penghasilan saat ini masing-masing mendapatkan Rp5 juta per bulan.
"Kalau menjadi petani pangan, belum tentu mendapatkan hasil sampai Rp5 juta. Konsep ini harus dicontoh oleh petani-petani milenial kita," katanya.
Dalam hal ini, selain memberikan bantuan bimbingan teknis, pihaknya juga membantu dalam hal pemasaran dengan melakukan sosialisasi keberadaan agrowisata buah-buahan tersebut.
"Alhamdulillah, sebelum dicanangkan bahkan sudah banyak yang datang belanja termasuk dari kalangan pegawai," katanya.
Guna mengoptimalkan pelayanan, pihak pengelola saat ini sedang menyiapkan fasilitas pendukung seperti, toilet, lesehan, spot swafoto, dan kuda untuk berkeliling areal 1,3 hektare.
Untuk harga, katanya, harga buah yang dipetik sendiri memang lebih mahal dibandingkan yang sudah dipetik. Misalnya, jambu kristal kalau beli yang sudah dipetik harganya Rp13 ribu per kilogram.
"Tapi kalau metik sendiri harganya naik menjadi Rp20 ribu per kilogram. Itu karena sensasi petik sendiri memberikan nilai lebih," ujarnya.
Kegiatan pencanangan tersebut ditandai dengan panen perdana sejumlah buah-buahan yang ada di areal agrowisata hortikultura oleh Wali Kota bersama istri Hj Suryani Ahyar Abduh, didampingi Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli dan sejumlah jajarannya serta pihak pengelola agrowisata di Mataram, Rabu.
Di sela berkeliling areal agrowisata dengan luas lahan 1,3 hektare, Wali Kota memberikan apresiasi terhadap warga setempat karena mampu mengoptimalkan potensi lahan di kota ini dengan pengembangan tanaman hortikultura untuk jenis buah-buahan.
"Prospek penjualan buah-buahan di Kota Mataram khususnya cukup bagus, bahkan tidak hanya untuk Mataram melainkan juga untuk luar kota dan luar pulau," katanya.
Dikatakannya, di atas lahan 1,3 hektare ini, pihak pengelola mengembangkan sekitar 30 jenis buah-buahan dari berbagai jenis diantaranya, kelengkeng, jeruk, jambu kristal, pepaya, pisang, anggur, belimbing, dan lainnya.
"Nilai ekonomis terhadap hasil buah-buahan ini tentu cukup tinggi. Apalagi, dikonsep dengan pengembangan agrowisata sehingga bisa memberikan nilai lebih bagi petani," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mendukung pengembangan potensi agrowisata tersebut, wali kota mengajak masyarakat agar datang ke agrowisata dan menikmati sensasi berwisata, berbelaja, sekaligus memetik buah-buahan sendiri langsung dari pohonnya.
"Agrowisata hortikultura ini juga bisa menjadi ajang edukasi bagi masyarakat," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengajak petani lainnya agar bisa mengembangkan program serupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Meskipun lahan pertanian kita terbatas, tapi kalau dikelola dengan baik maka bisa bernilai ekonomis yang tinggi," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli yang mendampingi wali kota menambahkan, pertanian hortikultura memang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pertanian pangan. Hal itu, bisa dilihat dengan penghasilan dari pengelola agrowisata buah buahan ini.
Menurut pengelola, katanya, lahan seluas 1,3 hektare tersebut dikelola bersama 10 orang petani, dengan penghasilan saat ini masing-masing mendapatkan Rp5 juta per bulan.
"Kalau menjadi petani pangan, belum tentu mendapatkan hasil sampai Rp5 juta. Konsep ini harus dicontoh oleh petani-petani milenial kita," katanya.
Dalam hal ini, selain memberikan bantuan bimbingan teknis, pihaknya juga membantu dalam hal pemasaran dengan melakukan sosialisasi keberadaan agrowisata buah-buahan tersebut.
"Alhamdulillah, sebelum dicanangkan bahkan sudah banyak yang datang belanja termasuk dari kalangan pegawai," katanya.
Guna mengoptimalkan pelayanan, pihak pengelola saat ini sedang menyiapkan fasilitas pendukung seperti, toilet, lesehan, spot swafoto, dan kuda untuk berkeliling areal 1,3 hektare.
Untuk harga, katanya, harga buah yang dipetik sendiri memang lebih mahal dibandingkan yang sudah dipetik. Misalnya, jambu kristal kalau beli yang sudah dipetik harganya Rp13 ribu per kilogram.
"Tapi kalau metik sendiri harganya naik menjadi Rp20 ribu per kilogram. Itu karena sensasi petik sendiri memberikan nilai lebih," ujarnya.