Mataram (ANTARA) - Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Lalu Gita Ariadi mengingatkan para pengurus Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atas tantangan sengketa perdagangan daring (online) yang sudah populer di kalangan masyarakat saat ini.
"Sekarang pola relasi produsen dan konsumen menjadi lebih kompleks, tidak sesederhana zaman tradisional dan konvensional serta pola barter barang dengan barang," kata Lalu Gita Ariadi pada pelantikan dan pengambilan sumpah anggota BPSK Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Utara periode 2021-2025, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, pola perdagangan sistem daring yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi menyebabkan penjual dan pembeli tidak berinteraksi secara langsung. Namun penerapan pola perdagangan melalui dunia maya tersebut bisa menimbulkan kesenjangan kepentingan antara produsen dan konsumen, sehingga ada potensi konflik yang meningkat.
"Kami tidak berharap potensi konflik itu tidak tertangani dengan baik, sehingga BPSK diharapkan bisa memediasi dan mampu menyelesaikan sekecil apa pun sengketa antara produsen dengan konsumen sebaik-baiknya sehingga tidak harus berlarut-larut," ujar Gita.
Ia juga mengingatkan bahwa para pengurus BPSK harus memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas diri dan mengikuti perkembangan kemajuan teknologi informasi, sehingga memiliki pemahaman yang kuat terkait sengketa perdagangan sistem daring.
"Saya titip pesan dan harapan kepada pengurus BPSK periode 2021-2025 yang mendapat amanah untuk mampu memerankan fungsi memediasi konflik kepentingan antara produsen dan konsumen," katanya.
Kepala Dinas Perdagangan NTB H Fathurrahman mengatakan pihaknya masih menunggu petunjuk dari pemerintah pusat terkait dengan regulasi perlindungan konsumen yang membeli barang lewat online.
"Sudah ada mengarah ke sana untuk perlindungan konsumen. Aturannya sedang digodok oleh pemerintah pusat dan akan dimasukkan dalam revisi dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen," katanya.
Ia menyebutkan sengketa konsumen pada 2020 mencapai lebih dari 200 kasus, di mana paling banyak di Kota Mataram. Sebagian besar adalah sengketa masalah pembiayaan pembelian barang dan beberapa hal yang berkaitan dengan barang diterima konsumen tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan penjual.
"Alhamdulillah sebagian besar kasus tertangani dengan baik dan hasil akhir mediasi jabat tangan. Ada juga beberapa sengketa yang dilanjutkan ke tingkat arbitrase karena tidak selesai di BPSK," ujar Fathurrahman.
"Sekarang pola relasi produsen dan konsumen menjadi lebih kompleks, tidak sesederhana zaman tradisional dan konvensional serta pola barter barang dengan barang," kata Lalu Gita Ariadi pada pelantikan dan pengambilan sumpah anggota BPSK Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Utara periode 2021-2025, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, pola perdagangan sistem daring yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi menyebabkan penjual dan pembeli tidak berinteraksi secara langsung. Namun penerapan pola perdagangan melalui dunia maya tersebut bisa menimbulkan kesenjangan kepentingan antara produsen dan konsumen, sehingga ada potensi konflik yang meningkat.
"Kami tidak berharap potensi konflik itu tidak tertangani dengan baik, sehingga BPSK diharapkan bisa memediasi dan mampu menyelesaikan sekecil apa pun sengketa antara produsen dengan konsumen sebaik-baiknya sehingga tidak harus berlarut-larut," ujar Gita.
Ia juga mengingatkan bahwa para pengurus BPSK harus memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas diri dan mengikuti perkembangan kemajuan teknologi informasi, sehingga memiliki pemahaman yang kuat terkait sengketa perdagangan sistem daring.
"Saya titip pesan dan harapan kepada pengurus BPSK periode 2021-2025 yang mendapat amanah untuk mampu memerankan fungsi memediasi konflik kepentingan antara produsen dan konsumen," katanya.
Kepala Dinas Perdagangan NTB H Fathurrahman mengatakan pihaknya masih menunggu petunjuk dari pemerintah pusat terkait dengan regulasi perlindungan konsumen yang membeli barang lewat online.
"Sudah ada mengarah ke sana untuk perlindungan konsumen. Aturannya sedang digodok oleh pemerintah pusat dan akan dimasukkan dalam revisi dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen," katanya.
Ia menyebutkan sengketa konsumen pada 2020 mencapai lebih dari 200 kasus, di mana paling banyak di Kota Mataram. Sebagian besar adalah sengketa masalah pembiayaan pembelian barang dan beberapa hal yang berkaitan dengan barang diterima konsumen tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan penjual.
"Alhamdulillah sebagian besar kasus tertangani dengan baik dan hasil akhir mediasi jabat tangan. Ada juga beberapa sengketa yang dilanjutkan ke tingkat arbitrase karena tidak selesai di BPSK," ujar Fathurrahman.