Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) meminta semua pihak untuk bersinergi memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Provinsi NTB menempati posisi kelima kasus tertinggi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan NTT," ujar Kepala DP3AP2KB NTB Husnanidiaty Nurdin, dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Termasuk TPPO dalam keterangan tertulis di terima wartawan di Mataram, Rabu.

Husnanidiaty Nurdin mengatakan TPPO adalah kasus yang berat dan harus ditangani secara serius, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemulihan karena berkaitan dengan internasional.

Menurutnya aturan menyangkut TPPO sudah banyak, namun pembagian peran masing-masing pihak harus jelas. Ia juga menjelaskan banyak pihak bisa berperan dalam memberantas TPPO, dimulai dari pemerintahan desa.

"Pemerintah desa memiliki peran yang penting, dimulai dari data yang lengkap dan terpadu. Sudah Ada Sistem Informasi Desa (SID), bahkan sekarang sedang dikembangkan Sistem Informasi Posyandu (SIP) yang isinya data kekerasan di desa dan data perkawinan anak," ucapnya.

Ditambahkannya, jika ada pekerja migran yang bermasalah agar tidak langsung dipulangkan ke daerah asal, namun bisa diberi bekal keterampilan.

Selain untuk memperkuat sinergitas dan kerja sama serta koordinasi lintas sektor, rakor juga digelar untuk mengevaluasi kinerja OPD terkait perlindungan perempuan dan anak serta kinerja lembaga layanan untuk korban kekerasan bagi perempuan dan anak serta menyamakan persepsi semua pemangku kepentingan dalam pencegahan dan penanganan TPPO di NTB.

Terbentuknya Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO Provinsi NTB diharapkan memberikan solusi dan bekerja dengan baik sehingga dapat mengurangi kasus TPPO.

Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa mengungkapkan dari kasus TPPO di dunia, 85 persen korban berasal dari Asia.

"Dari 85 persen itu 88 persennya berasal dari Indonesia dengan jenis pekerjaan terbanyak yaitu pekerjaan domestik atau pekerja rumah tangga," ucapnya.

Ia menambahkan, dari Rp160 triliun pendapatan negara tiap tahunnya sekitar 18 persen berasal dari NTB. Dia menambahkan, PMI yang dipulangkan sejak Januari hingga Juli 2021 sebanyak 16.167 terdiri dari 15.720 PMI prosedural dan 447 PMI non-prosedural dari 27 negara.

"Pemulangan ini terbanyak dari Lombok Timur yaitu 6.633 orang, Lombok Tengah 5.344 orang, Lombok Barat 1.899 disusul kabupaten lainnya. Dari penanganan permasalahan hingga Juni lalu ada 448 yang sudah selesai dan 67 masih dalam proses," ucapnya.

"TPPO adalah kejahatan yang serius, bersifat transnasional, terorganisir rapi dengan modus operandi yang makin rumit," ujar AKBP Ni Made Pujewati, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB.

Diungkapkankannya sejak tahun 2017 hingga Juli 2021 sudah 36 kasus yang ditangani Polda NTB dengan 39 korban dan 40 tersangka. Menurutnya penanganan kasus TPPO perlu kerja sama yang serius dan sungguh-sungguh dari berbagai instansi terkait.

"Kendala terberat pada pengungkapan pelaku adalah pada korban karena tidak mau jujur dan mengungkap identitas pelaku," katanya.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024