Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat merampungkan data dalam bentuk dokumen yang berkaitan dengan laporan dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 pada Dinas Kesehatan Kota Bima tahun 2020.
"Kita sudah puldata (pengumpulan data), jadi tinggal pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) saja," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Jumat.
Terkait hal tersebut, Dedi mengatakan bahwa Kejati NTB telah membentuk tim yang beranggotakan intelijen jaksa untuk melaksanakan kegiatan di lapangan.
"Tetapi turun lapangannya masih diagendakan, melihat kondisi COVID-19 di sana (Kota Bima)," ujarnya.
Agenda turun lapangan, lanjutnya, untuk meminta klarifikasi kepada para pihak yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 pada Dinas Kesehatan Kota Bima.
"Semua pihak yang mengetahui pengelolaannya (diminta klarifikasi). Termasuk itu (Kadikes Kota Bima) juga," ucap dia.
Selain Kejati NTB laporan masyarakat dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 ini juga diterima Polda NTB.
Untuk progres penanganan oleh Polda NTB, tindak lanjut laporannya baru masuk tahap pengumpulan data dengan meminta kepada Dinas Kesehatan Kota Bima.
Terkait dengan adanya laporan serupa, Dedi mengatakan bahwa Kejati NTB tidak menjadikan hal tersebut sebagai hambatan dalam proses penanganannya.
"Kabarnya pelapornya berbeda. Walaupun begitu, nantinya akan ada koordinasi juga dengan Polda NTB," ujarnya.
Dalam materi laporannya, tertera adanya dugaan mark-up atau penggelembungan harga dalam pengadaan barang kebutuhan penanganan COVID-19 pada Dinas Kesehatan Kota Bima yang mendapat alokasi Rp8,4 miliar dari APBD tahun 2020.
Terkait laporan ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima Azhari telah memberikan tanggapan melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram.
Dia mengklaim bahwa Dinkes Kota Bima sudah mengelola anggaran penanganan COVID-19 sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan pengelolaan anggarannya mendapat pengawasan ketat dari aparat penegak hukum sehingga kecil kemungkinan munculnya potensi penyimpangan.
"Kita sudah puldata (pengumpulan data), jadi tinggal pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) saja," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Jumat.
Terkait hal tersebut, Dedi mengatakan bahwa Kejati NTB telah membentuk tim yang beranggotakan intelijen jaksa untuk melaksanakan kegiatan di lapangan.
"Tetapi turun lapangannya masih diagendakan, melihat kondisi COVID-19 di sana (Kota Bima)," ujarnya.
Agenda turun lapangan, lanjutnya, untuk meminta klarifikasi kepada para pihak yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 pada Dinas Kesehatan Kota Bima.
"Semua pihak yang mengetahui pengelolaannya (diminta klarifikasi). Termasuk itu (Kadikes Kota Bima) juga," ucap dia.
Selain Kejati NTB laporan masyarakat dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 ini juga diterima Polda NTB.
Untuk progres penanganan oleh Polda NTB, tindak lanjut laporannya baru masuk tahap pengumpulan data dengan meminta kepada Dinas Kesehatan Kota Bima.
Terkait dengan adanya laporan serupa, Dedi mengatakan bahwa Kejati NTB tidak menjadikan hal tersebut sebagai hambatan dalam proses penanganannya.
"Kabarnya pelapornya berbeda. Walaupun begitu, nantinya akan ada koordinasi juga dengan Polda NTB," ujarnya.
Dalam materi laporannya, tertera adanya dugaan mark-up atau penggelembungan harga dalam pengadaan barang kebutuhan penanganan COVID-19 pada Dinas Kesehatan Kota Bima yang mendapat alokasi Rp8,4 miliar dari APBD tahun 2020.
Terkait laporan ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima Azhari telah memberikan tanggapan melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram.
Dia mengklaim bahwa Dinkes Kota Bima sudah mengelola anggaran penanganan COVID-19 sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan pengelolaan anggarannya mendapat pengawasan ketat dari aparat penegak hukum sehingga kecil kemungkinan munculnya potensi penyimpangan.