Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan UNICEF meluncurkan inovasi sistem pemantauan kesehatan bayi lahir.
Ketua TP PKK NTB, Niken Zulkieflimansyah berharap inovasi pemantauan kesehatan bayi baru lahir ini dapat diketahui oleh masyarakat melalui kerja kolaboratif.
"Di satu sisi, fasilitas kesehatan terutama di pelosok masih terbatas tapi di sisi lain, perilaku masyarakat tentang kurangnya pengetahuan bisa diintervensi melalui Dasawisma PKK dan lembaga lain," ujarnya disela acara peluncuran inovasi pemantauan kesehatan bayi di Kota Mataram, Kamis.
Ia mengakui, kasus kelahiran bayi bermasalah salah satunya karena kurangnya pengetahuan memadai masyarakat tentang tindakan atau perlakuan khusus pasca melahirkan.
"Selain buku KIA (kesehatan ibu dan anak) yang telah dikenal masyarakat, sekarang dilengkapi formulir pendataan dan langkah langkah pemantauan yang lebih sistematis berbentuk tabel perkembangan dan masalah yang dihadapi," terangnya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, Hamzi Fikri mengatakan, angka kematian bayi 0 sampai 11 bulan dari 1000 kelahiran di NTB terus menurun sejak 2007 dengan persentase 57 persen, namun belum mencapai target SDGs sebesar 23 persen.
"Penyebab terbesar karena berat badan kurang dan aneksia atau kekurangan oksigen. Dan intervensi sebenarnya sudah dilakukan sejak remaja. Tinggal konsistensi pelaksanaannya," jelas Fikri.
Sistem pemantauan selama 30 hari pertama ini detail mencatat perkembangan bayi dan telah diujicobakan di Lombok Barat, Lombok Timur dan delapan provinsi lain.
Sementara perwakilan UNICEF, Yudistira Yewangoe mengatakan, kemampuan dan pengetahuan pemantauan ini sangat penting di tengah pandemi.
"Karena dalam prosesnya juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi. Harapannya, NTB bisa melakukan praktik baik terkait sistem pemantauan ini," kata Yudistira.
Ketua TP PKK NTB, Niken Zulkieflimansyah berharap inovasi pemantauan kesehatan bayi baru lahir ini dapat diketahui oleh masyarakat melalui kerja kolaboratif.
"Di satu sisi, fasilitas kesehatan terutama di pelosok masih terbatas tapi di sisi lain, perilaku masyarakat tentang kurangnya pengetahuan bisa diintervensi melalui Dasawisma PKK dan lembaga lain," ujarnya disela acara peluncuran inovasi pemantauan kesehatan bayi di Kota Mataram, Kamis.
Ia mengakui, kasus kelahiran bayi bermasalah salah satunya karena kurangnya pengetahuan memadai masyarakat tentang tindakan atau perlakuan khusus pasca melahirkan.
"Selain buku KIA (kesehatan ibu dan anak) yang telah dikenal masyarakat, sekarang dilengkapi formulir pendataan dan langkah langkah pemantauan yang lebih sistematis berbentuk tabel perkembangan dan masalah yang dihadapi," terangnya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, Hamzi Fikri mengatakan, angka kematian bayi 0 sampai 11 bulan dari 1000 kelahiran di NTB terus menurun sejak 2007 dengan persentase 57 persen, namun belum mencapai target SDGs sebesar 23 persen.
"Penyebab terbesar karena berat badan kurang dan aneksia atau kekurangan oksigen. Dan intervensi sebenarnya sudah dilakukan sejak remaja. Tinggal konsistensi pelaksanaannya," jelas Fikri.
Sistem pemantauan selama 30 hari pertama ini detail mencatat perkembangan bayi dan telah diujicobakan di Lombok Barat, Lombok Timur dan delapan provinsi lain.
Sementara perwakilan UNICEF, Yudistira Yewangoe mengatakan, kemampuan dan pengetahuan pemantauan ini sangat penting di tengah pandemi.
"Karena dalam prosesnya juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi. Harapannya, NTB bisa melakukan praktik baik terkait sistem pemantauan ini," kata Yudistira.