Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin memberikan atensi penanganan kasus korupsi proyek rehabilitasi gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok yang belum juga tuntas sejak laporannya masuk di tahun 2019 silam.
"Memang laporan rinci dari kasus itu saya belum terima, apakah itu berjalan di tataran penyelidik atau penyidik, nantinya akan saya mintakan dan jadi atensi," kata Sungarpin di Mataram, Senin.
Untuk lebih jelasnya, Sungarpin yang belum lama ini menggantikan Tomo Sitepu sebagai Kepala Kejati NTB di akhir Februari 2022, mempersilahkan agar meminta keterangan dari Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rahmawati melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTB Efrien Saputra.
Namun demikian, Efrien yang mendapat amanah sebagai juru bicara Kejati NTB tersebut tidak juga menanggapi permintaan keterangan perihal perkembangan kasus korupsi tersebut.
Kasus yang lama mengendap di meja kejaksaan ini sebenarnya sudah masuk tahap akhir penyidikan dengan mengungkap peran tiga tersangka.
Mereka adalah Abdurrazak Al Fakhir, mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok dan dari pihak rekanan yang berperan sebagai Direktur CV Kerta Agung berinisial AW, dan WSB dari pihak wiraswasta.
Ketiganya ditetapkan menjadi tersangka sesuai hasil gelar perkara penyidikan kejaksaan. Salah satu alat bukti yang menguatkan, temuan kerugian negara Rp2,65 miliar.
Nilai tersebut dikuatkan berdasarkan hasil cek fisik bersama tim auditor dari Inspektorat NTB. Indikasi korupsi muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.
Dalam rincian, kerugian muncul dari rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta; rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta.
Kemudian dari rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta; rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.
Inspektorat pernah memberi toleransi pemulihan kerugian negara, namun hal tersebut tak kunjung mendapat iktikad pengembalian sampai akhirnya permasalahan ini masuk ke meja kejaksaan.
Lebih lanjut, Abdurrazak Al Fakhir sudah berstatus tahanan titipan jaksa di Lapas Kelas IIA Mataram di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.
Penahanannya terhitung sejak selesai menjalani masa hukuman pidana korupsi pada perkara terdahulu, yakni korupsi dana PNBP asrama haji.
Abdurrazak menjalani hukuman pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan, sesuai dengan vonis Pengadilan Negeri Tipikor Mataram.
Dalam putusan tersebut, Hakim turut menjatuhkan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dan membebankan untuk mengganti kerugian negara sesuai dengan hasil pemeriksaan BPKP NTB sebesar Rp484,26 juta subsider enam bulan kurungan.
Vonis mengganti kerugian negara itu dibebankan bersama terpidana lainnya, mantan bendahara, Iffan Jaya Kusuma.
Namun Abdurrazak diketahui telah menitipkan uang sebesar Rp288,314 juta kepada jaksa penuntut umum. Hakim memutuskan agar uang tersebut dirampas untuk dijadikan sebagai pengganti kerugian negara.
"Memang laporan rinci dari kasus itu saya belum terima, apakah itu berjalan di tataran penyelidik atau penyidik, nantinya akan saya mintakan dan jadi atensi," kata Sungarpin di Mataram, Senin.
Untuk lebih jelasnya, Sungarpin yang belum lama ini menggantikan Tomo Sitepu sebagai Kepala Kejati NTB di akhir Februari 2022, mempersilahkan agar meminta keterangan dari Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rahmawati melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTB Efrien Saputra.
Namun demikian, Efrien yang mendapat amanah sebagai juru bicara Kejati NTB tersebut tidak juga menanggapi permintaan keterangan perihal perkembangan kasus korupsi tersebut.
Kasus yang lama mengendap di meja kejaksaan ini sebenarnya sudah masuk tahap akhir penyidikan dengan mengungkap peran tiga tersangka.
Mereka adalah Abdurrazak Al Fakhir, mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok dan dari pihak rekanan yang berperan sebagai Direktur CV Kerta Agung berinisial AW, dan WSB dari pihak wiraswasta.
Ketiganya ditetapkan menjadi tersangka sesuai hasil gelar perkara penyidikan kejaksaan. Salah satu alat bukti yang menguatkan, temuan kerugian negara Rp2,65 miliar.
Nilai tersebut dikuatkan berdasarkan hasil cek fisik bersama tim auditor dari Inspektorat NTB. Indikasi korupsi muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.
Dalam rincian, kerugian muncul dari rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta; rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta.
Kemudian dari rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta; rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.
Inspektorat pernah memberi toleransi pemulihan kerugian negara, namun hal tersebut tak kunjung mendapat iktikad pengembalian sampai akhirnya permasalahan ini masuk ke meja kejaksaan.
Lebih lanjut, Abdurrazak Al Fakhir sudah berstatus tahanan titipan jaksa di Lapas Kelas IIA Mataram di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.
Penahanannya terhitung sejak selesai menjalani masa hukuman pidana korupsi pada perkara terdahulu, yakni korupsi dana PNBP asrama haji.
Abdurrazak menjalani hukuman pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan, sesuai dengan vonis Pengadilan Negeri Tipikor Mataram.
Dalam putusan tersebut, Hakim turut menjatuhkan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dan membebankan untuk mengganti kerugian negara sesuai dengan hasil pemeriksaan BPKP NTB sebesar Rp484,26 juta subsider enam bulan kurungan.
Vonis mengganti kerugian negara itu dibebankan bersama terpidana lainnya, mantan bendahara, Iffan Jaya Kusuma.
Namun Abdurrazak diketahui telah menitipkan uang sebesar Rp288,314 juta kepada jaksa penuntut umum. Hakim memutuskan agar uang tersebut dirampas untuk dijadikan sebagai pengganti kerugian negara.