Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR-RI Syarief Hasan meminta pemerintah mengkaji ulang dan menyiapkan mitigasi atas kebijakan penghapusan tenaga honorer yang mulai berlaku pada 28 November 2023.
"Pemerintah harus mengevaluasi rencana penghapusan tenaga honorer ini, atau setidaknya menyiapkan solusi yang berkelanjutan mengenai nasib jutaan tenaga honorer yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia," kata Syarief Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia menilai tenaga honorer memiliki peran sangat penting di berbagai sektor publik, seperti di sektor pendidikan banyak mendayagunakan tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan pendidik.
Oleh karena itu, kata kata Syarief Hasan, jika terjadi penghapusan tenaga honorer, lumpuhnya pelayanan publik akan sangat mungkin terjadi. "Ada banyak tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun. Namun, mereka kesulitan untuk mendapatkan status yang pasti jika aturan sebagaimana yang disampaikan pemerintah ini diberlakukan. Perlu adanya atensi atas pengabdian tenaga honorer," ujarnya.
Syarief mengatakan bahwa kebijakan terkait tenaga honorer sangat terkait dengan keberpihakan pada nasib jutaan rakyat dan keluarganya yang menggantungkan hidup pada pekerjaan sebagai tenaga honorer.
Wakil Ketua MPR RI ini menekankan bahwa tugas pemerintah adalah memastikan regulasi tidak membawa duka bagi rakyat. Dengan demikian, jika kebijakan penghapusan tenaga honorer justru menghilangkan harapan jutaan rakyat, tentu perlu mengevaluasi kebijakan tersebut.
"Oleh karena itu, pemerintah semestinya memitigasi jangan sampai ada banyak tenaga honorer yang kehilangan pekerjaannya dan menimbulkan masalah baru, antara lain, bertambahnya angka pengangguran," katanya.
Syarief meminta pemerintah memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan pastikan semua anak bangsa mendapatkan penghidupan yang layak. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengimbau para pejabat pembina kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) paling lambat 28 November 2023.
Hal ini tertuang dalam Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pernyataan Tjahjo tersebut seperti yang dikutip dalam situs resmi Kementerian PAN-RB.
Tjahjo berharap PPK menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat atau tidak lulus seleksi calon PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.
Pengangkatan pegawai melalui pola tenaga alih daya atau outsourcing sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai dengan karakteristik masing-masing kementerian/lembaga/daerah (K/L/D).
Baca juga: MPR: Tak ada agenda amendemen UUD 1945 soal jabatan presiden
Baca juga: MPR mengingatkan Pancasila falsafah hidup bangsa Indonesia
"Jadi, PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai dengan kebutuhannya, bukan dihapus serta-merta," kata Tjahjo. Instansi pemerintah yang juga membutuhkan tenaga lain, seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat melalui tenaga alih daya oleh pihak ketiga.
Menteri Tjahjo mengatakan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap penyelesaian dan penanganan tenaga honorer yang telah mengabdi di lingkungan instansi pemerintah. Langkah itu, menurut dia, seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya penataan SDM aparatur dan penguatan organisasi instansi pemerintah.
Langkah strategis dan signifikan, lanjut dia, telah dilakukan pemerintah untuk penanganan tenaga honorer sesuai dengan kesepakatan dengan DPR RI (7 komisi gabungan DPR RI, yaitu Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan Komisi XI ).
"Pemerintah harus mengevaluasi rencana penghapusan tenaga honorer ini, atau setidaknya menyiapkan solusi yang berkelanjutan mengenai nasib jutaan tenaga honorer yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia," kata Syarief Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia menilai tenaga honorer memiliki peran sangat penting di berbagai sektor publik, seperti di sektor pendidikan banyak mendayagunakan tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan pendidik.
Oleh karena itu, kata kata Syarief Hasan, jika terjadi penghapusan tenaga honorer, lumpuhnya pelayanan publik akan sangat mungkin terjadi. "Ada banyak tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun. Namun, mereka kesulitan untuk mendapatkan status yang pasti jika aturan sebagaimana yang disampaikan pemerintah ini diberlakukan. Perlu adanya atensi atas pengabdian tenaga honorer," ujarnya.
Syarief mengatakan bahwa kebijakan terkait tenaga honorer sangat terkait dengan keberpihakan pada nasib jutaan rakyat dan keluarganya yang menggantungkan hidup pada pekerjaan sebagai tenaga honorer.
Wakil Ketua MPR RI ini menekankan bahwa tugas pemerintah adalah memastikan regulasi tidak membawa duka bagi rakyat. Dengan demikian, jika kebijakan penghapusan tenaga honorer justru menghilangkan harapan jutaan rakyat, tentu perlu mengevaluasi kebijakan tersebut.
"Oleh karena itu, pemerintah semestinya memitigasi jangan sampai ada banyak tenaga honorer yang kehilangan pekerjaannya dan menimbulkan masalah baru, antara lain, bertambahnya angka pengangguran," katanya.
Syarief meminta pemerintah memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan pastikan semua anak bangsa mendapatkan penghidupan yang layak. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengimbau para pejabat pembina kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) paling lambat 28 November 2023.
Hal ini tertuang dalam Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pernyataan Tjahjo tersebut seperti yang dikutip dalam situs resmi Kementerian PAN-RB.
Tjahjo berharap PPK menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat atau tidak lulus seleksi calon PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.
Pengangkatan pegawai melalui pola tenaga alih daya atau outsourcing sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai dengan karakteristik masing-masing kementerian/lembaga/daerah (K/L/D).
Baca juga: MPR: Tak ada agenda amendemen UUD 1945 soal jabatan presiden
Baca juga: MPR mengingatkan Pancasila falsafah hidup bangsa Indonesia
"Jadi, PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai dengan kebutuhannya, bukan dihapus serta-merta," kata Tjahjo. Instansi pemerintah yang juga membutuhkan tenaga lain, seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat melalui tenaga alih daya oleh pihak ketiga.
Menteri Tjahjo mengatakan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap penyelesaian dan penanganan tenaga honorer yang telah mengabdi di lingkungan instansi pemerintah. Langkah itu, menurut dia, seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya penataan SDM aparatur dan penguatan organisasi instansi pemerintah.
Langkah strategis dan signifikan, lanjut dia, telah dilakukan pemerintah untuk penanganan tenaga honorer sesuai dengan kesepakatan dengan DPR RI (7 komisi gabungan DPR RI, yaitu Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan Komisi XI ).