Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendukung rencana pemerintah memberikan ganti rugi ternak sapi yang mati terkena penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Pada prinsipnya kami tetap mendukung program pemerintah. Namun, yang harus dikaji adalah penerima bantuan," kata Anggota DPRD Lombok Tengah M. Sidiq Maulana di Praya, Selasa.
Rencana Kementerian Peternakan (Kementan) tersebut bisa meringankan beban masyarakat atau peternak yang ternak sapinya harus dimusnahkan karena tertular PMK.
Akan tetapi, kata dia, tidak mudah membuktikan ternak mati karena PMK.
Ia mencontohkan di Lombok Tengah di wilayah utara banyak sapi mati secara mendadak yang menurut keterangan dinas terkait justru karena "bloat" atau kembung.
"Sapi yang mati itu bukan karena PMK, tapi 'bloat' kata dinas," katanya.
Sapi yang mati tersebut sebelumnya sudah terindikasi PMK dilihat dari ciri-ciri gejalanya. Oleh karena itu, data penerima bantuan harus dikaji terlebih dahulu supaya tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
"Data penerima yang harus benar-banar valid, supaya tidak ada gejolak sosial," katanya.
Ia juga berharap kepada pemerintah pusat supaya besaran bantuan yang direncanakan itu tidak mesti Rp10 juta untuk sapi yang mati, sedangkan sebagian sapi yang mati itu rata-rata sapi eksotis yang harganya di atas Rp20 juta.
Oleh karena itu, ia kurang sepakat dalam besaran ganti rugi yang akan diberikan karena peternak tetap rugi banyak.
Selain itu, pemerintah harus memberikan solusi bagi peternak yang mengelola dana kredit usaha rakyat (KUR) ternak, karena mereka juga merasakan dampak wabah PMK tersebut.
"Kalau sapi biasa mungkin Rp10 juta cukup, tapi bagaimana untuk sapi besar yang harganya di atas Rp20 juta. Kalau bisa nilai bantuan itu bervariasi sesuai harga sapi yang mati," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Tengah untuk melakukan pendataan, supaya ke depan tidak terjadi gejolak di masyarakat terkait dengan ganti rugi ternak sapi yang terkena PMK.
DPRD Lombok Tengah sejauh ini belum menerima surat resmi terkait ganti rugi sapi tersebut.
"Baru kita dapat informasi saja, resmi belum. Kami berharap bantuan itu bisa direalisasikan untuk membantu para peternak yang rugi dampak PMK," katanya.
"Pada prinsipnya kami tetap mendukung program pemerintah. Namun, yang harus dikaji adalah penerima bantuan," kata Anggota DPRD Lombok Tengah M. Sidiq Maulana di Praya, Selasa.
Rencana Kementerian Peternakan (Kementan) tersebut bisa meringankan beban masyarakat atau peternak yang ternak sapinya harus dimusnahkan karena tertular PMK.
Akan tetapi, kata dia, tidak mudah membuktikan ternak mati karena PMK.
Ia mencontohkan di Lombok Tengah di wilayah utara banyak sapi mati secara mendadak yang menurut keterangan dinas terkait justru karena "bloat" atau kembung.
"Sapi yang mati itu bukan karena PMK, tapi 'bloat' kata dinas," katanya.
Sapi yang mati tersebut sebelumnya sudah terindikasi PMK dilihat dari ciri-ciri gejalanya. Oleh karena itu, data penerima bantuan harus dikaji terlebih dahulu supaya tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
"Data penerima yang harus benar-banar valid, supaya tidak ada gejolak sosial," katanya.
Ia juga berharap kepada pemerintah pusat supaya besaran bantuan yang direncanakan itu tidak mesti Rp10 juta untuk sapi yang mati, sedangkan sebagian sapi yang mati itu rata-rata sapi eksotis yang harganya di atas Rp20 juta.
Oleh karena itu, ia kurang sepakat dalam besaran ganti rugi yang akan diberikan karena peternak tetap rugi banyak.
Selain itu, pemerintah harus memberikan solusi bagi peternak yang mengelola dana kredit usaha rakyat (KUR) ternak, karena mereka juga merasakan dampak wabah PMK tersebut.
"Kalau sapi biasa mungkin Rp10 juta cukup, tapi bagaimana untuk sapi besar yang harganya di atas Rp20 juta. Kalau bisa nilai bantuan itu bervariasi sesuai harga sapi yang mati," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Tengah untuk melakukan pendataan, supaya ke depan tidak terjadi gejolak di masyarakat terkait dengan ganti rugi ternak sapi yang terkena PMK.
DPRD Lombok Tengah sejauh ini belum menerima surat resmi terkait ganti rugi sapi tersebut.
"Baru kita dapat informasi saja, resmi belum. Kami berharap bantuan itu bisa direalisasikan untuk membantu para peternak yang rugi dampak PMK," katanya.