Jakarta (ANTARA) - Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengatakan kolaborasi internasional berperan penting memperkuat berbagai upaya bersama dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca berdasarkan komitmen nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
"Tindakan kolaboratif perlu untuk dilakukan dalam skala internasional guna mendukung target pencapaian itu," kata Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam S20 High Level Policy Webinar bertema Applying Science and Technology to Achieve Clean Air and Climate Co-Benefits yang diadakan dalam jaringan di Jakarta, Kamis.
Satryo menuturkan keterlibatan dari pemangku kepentingan dan masyarakat juga dinilai sebagai keharusan dalam mengatasi polusi udara dan pengurangan emisi karbon.
Ia mengatakan polusi udara dapat merusak banyak aspek seperti lingkungan, keanekaragaman hayati, manusia, hingga ekonomi karena tingginya biaya kesehatan yang diakibatkan oleh polusi partikel halus.
Menurut dia, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi juga bersifat krusial guna mendukung target pencapaian pengurangan emisi gas rumah kaca dalam Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement) sekaligus memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Mahfud ajak TNI jaga penegakan HAM
Sementara itu Wakil Presiden Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik dari Asian Development Bank (ADB) Ahmed M Saeed mengatakan wilayah Asia Pasifik menjadi yang paling rentan secara global terhadap perubahan iklim.
Ia menuturkan lebih dari 60 persen populasi di wilayah Asia Pasifik bekerja di sektor-sektor yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Kawasan tersebut juga menghasilkan lebih dari 50 persen emisi gas rumah kaca global. Oleh karenanya, hasil dari pertempuran melawan perubahan iklim sangat dipengaruhi pada tindakan Asia.
"Tindakan kolaboratif perlu untuk dilakukan dalam skala internasional guna mendukung target pencapaian itu," kata Ketua AIPI Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam S20 High Level Policy Webinar bertema Applying Science and Technology to Achieve Clean Air and Climate Co-Benefits yang diadakan dalam jaringan di Jakarta, Kamis.
Satryo menuturkan keterlibatan dari pemangku kepentingan dan masyarakat juga dinilai sebagai keharusan dalam mengatasi polusi udara dan pengurangan emisi karbon.
Ia mengatakan polusi udara dapat merusak banyak aspek seperti lingkungan, keanekaragaman hayati, manusia, hingga ekonomi karena tingginya biaya kesehatan yang diakibatkan oleh polusi partikel halus.
Menurut dia, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi juga bersifat krusial guna mendukung target pencapaian pengurangan emisi gas rumah kaca dalam Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement) sekaligus memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Mahfud ajak TNI jaga penegakan HAM
Sementara itu Wakil Presiden Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik dari Asian Development Bank (ADB) Ahmed M Saeed mengatakan wilayah Asia Pasifik menjadi yang paling rentan secara global terhadap perubahan iklim.
Ia menuturkan lebih dari 60 persen populasi di wilayah Asia Pasifik bekerja di sektor-sektor yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Kawasan tersebut juga menghasilkan lebih dari 50 persen emisi gas rumah kaca global. Oleh karenanya, hasil dari pertempuran melawan perubahan iklim sangat dipengaruhi pada tindakan Asia.