Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta dukungan Brasil dalam pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) dalam pertemuan bilateral secara virtual dengan Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes pada Rabu (13/7).
"Negara-negara di dunia, bahkan di luar negara anggota G20 mendukung pembentukan FIF, yang juga menjadi salah satu hasil capaian agenda jalur keuangan G20 Indonesia," ungkap Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis.
Dengan total komitmen kontribusi sebanyak 1,1 miliar dolar AS sejauh ini, Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk memberikan 50 juta dolar AS dalam mendukung pembentukan FIF sebagai upaya antisipatif terhadap dampak risiko pandemi pada masa mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes menyatakan dukungannya terhadap agenda Joint Finance and Health Taskforce (JFHTF) dan keuangan berkelanjutan dalam Presidensi G20 Indonesia.
Baca juga: Menkeu APBN Mei surplus Rp132,2 triliun
Terkait keuangan berkelanjutan, Brasil memandang perlu memaksimalkan prinsip polluters-pay, yang diharapkan mampu memaksimalkan secara nyata kontribusi negara-negara penghasil emisi terbesar dan memberikan penghargaan kepada negara-negara yang menjaga dan mengawal kelestarian hutan.
Dengan begitu, ia menilai hal tersebut dapat mengakselerasi tercapainya tujuan Nationally Determined Contribution (NDC) dan Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission/NZE).
Menkeu Sri Mulyani pun menanggapi secara positif dengan menambahkan dalam mencapai tujuan nir-emisi NDC dan NZE dimaksud, lantaran memang diperlukan pelestarian sumber daya hayati, terutama yang berasal dari hutan.
Indonesia juga telah mengambil langkah untuk mengembangkan energi terbarukan secara serius dan menerapkan strategi Mekanisme Transisi Energi yang Adil dan Terjangkau (Just and Affordable Energy Transition Mechanism).
Ia turut mengundang Paulo Guedes untuk hadir dalam salah satu kegiatan sampingan G20 Indonesia mengenai food insecurity pada 15 Juli 2022. Diskusi mengenai isu ketahanan pangan yang sedang melanda berbagai negara di dunia berpotensi mengarah pada pembentukan tim kerja yang serupa dengan JFHTF.
Dirinya juga menekankan pesan Presidensi G20 Indonesia mengenai ajakan deeskalasi tensi geopolitik demi meredam dampak penyebaran yang telah dirasakan secara global di berbagai bidang, seperti pangan, energi, dan inflasi. Hal ini semakin mendorong peran penting dari forum kerja sama multilateral seperti forum G20 untuk mengakhiri konflik geopolitik.
Baca juga: Menkeu sebut pemerintah perkuat keamanan digital
Selain itu, kedua belah pihak membahas agenda prioritas Presidensi G20 di Indonesia terkait penanganan masalah global seperti ancaman pandemi, dampak perubahan iklim, serta eskalasi konflik geopolitik yang memicu dampak pada bidang pangan, energi, dan inflasi.
Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes dan Menkeu Sri Mulyani sepakat bahwa konflik geopolitik dan berbagai respon kebijakannya memiliki dampak terhadap dunia dan memicu krisis pangan global.
Kedua pihak juga mendiskusikan pentingnya peningkatan hubungan perdagangan dan investasi antara kedua negara. Sri Mulyani khususnya menyatakan pentingnya diversifikasi mitra dagang di tengah dinamika global yang dapat mengancam hubungan dagang dengan mitra tradisional.
"Negara-negara di dunia, bahkan di luar negara anggota G20 mendukung pembentukan FIF, yang juga menjadi salah satu hasil capaian agenda jalur keuangan G20 Indonesia," ungkap Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis.
Dengan total komitmen kontribusi sebanyak 1,1 miliar dolar AS sejauh ini, Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk memberikan 50 juta dolar AS dalam mendukung pembentukan FIF sebagai upaya antisipatif terhadap dampak risiko pandemi pada masa mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes menyatakan dukungannya terhadap agenda Joint Finance and Health Taskforce (JFHTF) dan keuangan berkelanjutan dalam Presidensi G20 Indonesia.
Baca juga: Menkeu APBN Mei surplus Rp132,2 triliun
Terkait keuangan berkelanjutan, Brasil memandang perlu memaksimalkan prinsip polluters-pay, yang diharapkan mampu memaksimalkan secara nyata kontribusi negara-negara penghasil emisi terbesar dan memberikan penghargaan kepada negara-negara yang menjaga dan mengawal kelestarian hutan.
Dengan begitu, ia menilai hal tersebut dapat mengakselerasi tercapainya tujuan Nationally Determined Contribution (NDC) dan Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission/NZE).
Menkeu Sri Mulyani pun menanggapi secara positif dengan menambahkan dalam mencapai tujuan nir-emisi NDC dan NZE dimaksud, lantaran memang diperlukan pelestarian sumber daya hayati, terutama yang berasal dari hutan.
Indonesia juga telah mengambil langkah untuk mengembangkan energi terbarukan secara serius dan menerapkan strategi Mekanisme Transisi Energi yang Adil dan Terjangkau (Just and Affordable Energy Transition Mechanism).
Ia turut mengundang Paulo Guedes untuk hadir dalam salah satu kegiatan sampingan G20 Indonesia mengenai food insecurity pada 15 Juli 2022. Diskusi mengenai isu ketahanan pangan yang sedang melanda berbagai negara di dunia berpotensi mengarah pada pembentukan tim kerja yang serupa dengan JFHTF.
Dirinya juga menekankan pesan Presidensi G20 Indonesia mengenai ajakan deeskalasi tensi geopolitik demi meredam dampak penyebaran yang telah dirasakan secara global di berbagai bidang, seperti pangan, energi, dan inflasi. Hal ini semakin mendorong peran penting dari forum kerja sama multilateral seperti forum G20 untuk mengakhiri konflik geopolitik.
Baca juga: Menkeu sebut pemerintah perkuat keamanan digital
Selain itu, kedua belah pihak membahas agenda prioritas Presidensi G20 di Indonesia terkait penanganan masalah global seperti ancaman pandemi, dampak perubahan iklim, serta eskalasi konflik geopolitik yang memicu dampak pada bidang pangan, energi, dan inflasi.
Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes dan Menkeu Sri Mulyani sepakat bahwa konflik geopolitik dan berbagai respon kebijakannya memiliki dampak terhadap dunia dan memicu krisis pangan global.
Kedua pihak juga mendiskusikan pentingnya peningkatan hubungan perdagangan dan investasi antara kedua negara. Sri Mulyani khususnya menyatakan pentingnya diversifikasi mitra dagang di tengah dinamika global yang dapat mengancam hubungan dagang dengan mitra tradisional.