Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin merahasiakan hasil hitung ulang inspektorat perihal kerugian negara dalam kasus korupsi proyek pembangunan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Lombok Utara.
"Itu (hasil hitung ulang) rahasia, masak saya beberkan di sini," kata Sungarpin di Mataram, Jumat.
Dia pun menegaskan bahwa hasil hitung ulang Inspektorat NTB tersebut akan dibuka dalam ekspose perkara di Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Biar nanti di Kejagung saja, dibuka (hasil hitung ulang)," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara yang muncul dari hasil hitung awal Inspektorat Lombok Utara, sedikitnya Rp240 juta, telah dicabut dan digantikan dengan hasil hitung ulang Inspektorat NTB.
"Jadi, kerugian awal yang nilainya Rp240 juta lebih itu, dicabut oleh Inspektorat NTB. Yang digunakan yang baru, hasil hitung ulang," kata Sungarpin.
Terkait dengan rencana ekspose perkara ini di Kejagung, Sungarpin memastikan pihaknya sudah bersurat dan meminta agar segera masuk agenda.
"Surat (permintaan ekspose perkara) sudah kami layangkan, nanti tergantung dari Kejagung, jawaban bagaimana, kapan kami harus ke sana, itu nanti, belum ada jawaban," ucap dia.
Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT. Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara.
Dugaan korupsi muncul pasca pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara.
Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut.
Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek, CV. Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV. Indo Mulya Consultant, berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara, berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa direktur PT. Batara Guru Group, MF.
"Itu (hasil hitung ulang) rahasia, masak saya beberkan di sini," kata Sungarpin di Mataram, Jumat.
Dia pun menegaskan bahwa hasil hitung ulang Inspektorat NTB tersebut akan dibuka dalam ekspose perkara di Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Biar nanti di Kejagung saja, dibuka (hasil hitung ulang)," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara yang muncul dari hasil hitung awal Inspektorat Lombok Utara, sedikitnya Rp240 juta, telah dicabut dan digantikan dengan hasil hitung ulang Inspektorat NTB.
"Jadi, kerugian awal yang nilainya Rp240 juta lebih itu, dicabut oleh Inspektorat NTB. Yang digunakan yang baru, hasil hitung ulang," kata Sungarpin.
Terkait dengan rencana ekspose perkara ini di Kejagung, Sungarpin memastikan pihaknya sudah bersurat dan meminta agar segera masuk agenda.
"Surat (permintaan ekspose perkara) sudah kami layangkan, nanti tergantung dari Kejagung, jawaban bagaimana, kapan kami harus ke sana, itu nanti, belum ada jawaban," ucap dia.
Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT. Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara.
Dugaan korupsi muncul pasca pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara.
Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut.
Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek, CV. Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV. Indo Mulya Consultant, berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara, berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa direktur PT. Batara Guru Group, MF.