Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan audit kerugian negara pada kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Praya, mencapai Rp1,7 Miliar.
"Besar kerugian negara sementara didapatkan dari markup harga Rp900 juta, potongan Rp850 juta dan suap Rp10-Rp15 juta," kata Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Fadil Regan Wahid di kantornya, Rabu.
Ia mengatakan, kerugian negara yang ditemukan saat ini jauh lebih besar dari kerugian negara sebelumnya pada saat penyelidikan Rp750 juta. Sehingga pihaknya saat ini terus melakukan pendalaman dalam kasus tersebut dengan kembali melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi yang terlibat.
"Hari ini kita kembali periksa Direktur RSUD Praya, Bendahara dan PPK di RSUD Praya," katanya.
Untuk tersangka dalam kasus tersebut telah ada gambaran, namun pihaknya belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh untuk siapa tersangka yang terlibat dalam dugaan korupsi anggaran RSUD Praya. Jumlah saksi yang telah diperiksa dalam kasus itu cukup banyak yakni sekitar 40 saksi, baik itu dari pihak RSUD Praya maupun pejabat di Pemerintah Daerah Lombok Tengah.
"Tersangka kita tunggu hasil pemeriksaan dulu. Yang jelas sudah ada kerugian negara berdasarkan hasil audit," katanya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Bratha Hary Putra, mengatakan, hasil audit inspektorat akan menentukan langkah penyidik dalam penetapan tersangka pada kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada RSUD Praya.
"Jadi, gambaran calon tersangka sudah ada, tetapi untuk pastinya kami menunggu hasil audit ahli," katanya.
Terkait dengan hasil hitung mandiri kejaksaan yang menemukan indikasi potensi kerugian negara sedikitnya Rp750 juta, Bratha mengaku bukti tersebut belum bisa menguatkan penyidik dalam penetapan tersangka.
"Itu makanya mengapa kami gunakan auditor, hasil dari kami (hitungan mandiri), belum cukup kuat," katanya.
Namun dia memastikan pihaknya mendapatkan gambaran calon tersangka berdasarkan hasil koordinasi terakhir dengan ahli. Peran tersangka dari kasus ini pun masih berkaitan dengan dugaan awal, yakni pungutan liar dalam pengelolaan anggaran dari tahun 2017-2020.
"Kita tunggu hasil audit dari Inspektorat," katanya.
"Besar kerugian negara sementara didapatkan dari markup harga Rp900 juta, potongan Rp850 juta dan suap Rp10-Rp15 juta," kata Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Fadil Regan Wahid di kantornya, Rabu.
Ia mengatakan, kerugian negara yang ditemukan saat ini jauh lebih besar dari kerugian negara sebelumnya pada saat penyelidikan Rp750 juta. Sehingga pihaknya saat ini terus melakukan pendalaman dalam kasus tersebut dengan kembali melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi yang terlibat.
"Hari ini kita kembali periksa Direktur RSUD Praya, Bendahara dan PPK di RSUD Praya," katanya.
Untuk tersangka dalam kasus tersebut telah ada gambaran, namun pihaknya belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh untuk siapa tersangka yang terlibat dalam dugaan korupsi anggaran RSUD Praya. Jumlah saksi yang telah diperiksa dalam kasus itu cukup banyak yakni sekitar 40 saksi, baik itu dari pihak RSUD Praya maupun pejabat di Pemerintah Daerah Lombok Tengah.
"Tersangka kita tunggu hasil pemeriksaan dulu. Yang jelas sudah ada kerugian negara berdasarkan hasil audit," katanya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Bratha Hary Putra, mengatakan, hasil audit inspektorat akan menentukan langkah penyidik dalam penetapan tersangka pada kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada RSUD Praya.
"Jadi, gambaran calon tersangka sudah ada, tetapi untuk pastinya kami menunggu hasil audit ahli," katanya.
Terkait dengan hasil hitung mandiri kejaksaan yang menemukan indikasi potensi kerugian negara sedikitnya Rp750 juta, Bratha mengaku bukti tersebut belum bisa menguatkan penyidik dalam penetapan tersangka.
"Itu makanya mengapa kami gunakan auditor, hasil dari kami (hitungan mandiri), belum cukup kuat," katanya.
Namun dia memastikan pihaknya mendapatkan gambaran calon tersangka berdasarkan hasil koordinasi terakhir dengan ahli. Peran tersangka dari kasus ini pun masih berkaitan dengan dugaan awal, yakni pungutan liar dalam pengelolaan anggaran dari tahun 2017-2020.
"Kita tunggu hasil audit dari Inspektorat," katanya.