Jakarta (ANTARA) - Anggota Divisi Pembinaan Keluarga Majelis Tabligh PP Aisyiyah Hibana meminta para orang tua untuk memanfaatkan masa keemasan anak, 0-6 tahun untuk membentuknya menjadi pribadi tangguh.
"Kelewat usia ini akan membutuhkan energi berlipat untuk meluruskan," kata Hibana dalam webinar bertajuk "Penguatan Family Time Untuk Keluarga Tangguh" yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Usia dini merupakan periode emas pada awal kehidupan anak yang sangat penting karena akan menentukan perkembangan pada tahapan berikutnya. Menurut dia, 'investasi' perkembangan anak usia dini akan membuahkan 'imbal hasil' yang tinggi sebagai efek kumulatif dari pemberian nutrisi awal, perawatan kesehatan dan stimulan kognitif sebelum usia dua tahun.
Hal itu karena pengalaman yang dirasakan anak di masa keemasan-nya akan menjadi pondasi, melekat dan dibawa sepanjang usianya. Secara demografi, saat ini terdapat 11,35 persen atau 30,83 juta anak usia dini.
Sementara dari data Susenas BPS 2018, tercatat ada 74,93 persen balita tidak terlantar, 18,12 persen hampir terlantar dan 6,95 persen terlantar. "Ada hampir 7 persen balita terlantar, ini yang menjadi PR kita bersama. Jika si anak dibesarkan dalam kondisi tidak menguntungkan, berarti dia tidak punya cukup modal untuk membangun pribadi yang tangguh," katanya.
Baca juga: Peringatan HAN 2022 momentum wujudkan negara ramah anak
Baca juga: Peringatan Hari Anak Nasional 2022 digelar di Lombok Timur
Ada tujuh kriteria ketelantaran balita yakni tidak pernah diberi ASI, tidak memiliki bapak/ ibu kandung, makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu, makan lauk pauk berprotein tinggi, protein nabati kurang dari empat kali dan protein hewani kurang dari tiga kali dalam seminggu.
Kemudian ibu sang anak bekerja selama seminggu terakhir, bila anak sakit tidak diobati dan anak dititipkan/diasuh orang lain selama seminggu terakhir. "Minimal tiga kriteria maka itu sudah termasuk terlantar," katanya.
"Kelewat usia ini akan membutuhkan energi berlipat untuk meluruskan," kata Hibana dalam webinar bertajuk "Penguatan Family Time Untuk Keluarga Tangguh" yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Usia dini merupakan periode emas pada awal kehidupan anak yang sangat penting karena akan menentukan perkembangan pada tahapan berikutnya. Menurut dia, 'investasi' perkembangan anak usia dini akan membuahkan 'imbal hasil' yang tinggi sebagai efek kumulatif dari pemberian nutrisi awal, perawatan kesehatan dan stimulan kognitif sebelum usia dua tahun.
Hal itu karena pengalaman yang dirasakan anak di masa keemasan-nya akan menjadi pondasi, melekat dan dibawa sepanjang usianya. Secara demografi, saat ini terdapat 11,35 persen atau 30,83 juta anak usia dini.
Sementara dari data Susenas BPS 2018, tercatat ada 74,93 persen balita tidak terlantar, 18,12 persen hampir terlantar dan 6,95 persen terlantar. "Ada hampir 7 persen balita terlantar, ini yang menjadi PR kita bersama. Jika si anak dibesarkan dalam kondisi tidak menguntungkan, berarti dia tidak punya cukup modal untuk membangun pribadi yang tangguh," katanya.
Baca juga: Peringatan HAN 2022 momentum wujudkan negara ramah anak
Baca juga: Peringatan Hari Anak Nasional 2022 digelar di Lombok Timur
Ada tujuh kriteria ketelantaran balita yakni tidak pernah diberi ASI, tidak memiliki bapak/ ibu kandung, makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu, makan lauk pauk berprotein tinggi, protein nabati kurang dari empat kali dan protein hewani kurang dari tiga kali dalam seminggu.
Kemudian ibu sang anak bekerja selama seminggu terakhir, bila anak sakit tidak diobati dan anak dititipkan/diasuh orang lain selama seminggu terakhir. "Minimal tiga kriteria maka itu sudah termasuk terlantar," katanya.