Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Para supir angkutan umum dan ojek di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat mulai melakukan penyesuaian tarif imbas dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM)
Salah satu supir angkutan umum asal Lombok Tengah, Putra Anom di Praya, Kamis mengatakan pihaknya belum berani menaikan tarif terlalu tinggi pasca kenaiakan BBM, karena pihaknya masih menunggu surat keputusan dari pemerintah daerah.
"Kalok untuk menaikan tarif itu bisa saja kita lakukan, tetapi akan menjadi dampak besar bagi kita, maka dari itu kalau kita naikan paling cuma seribu rupiah," katanya.
Ia mengatakan, tarif angkutan umum itu tergantung dari jarak operasional misalnya dari Praya-Sengkol yang biasanya Rp 10 ribu sekarang naik menjadi Rp 11 ribu atau Rp 12 ribu. Sedangkan untuk jarak dari Praya-Terminal Mandalikan Sweta, Kota Mataram Rp15 ribu-Rp 20 ribu.
"Penyesuaian tarif akan dilakukan hanya beberapa persen dari tarif biasanya," katanya
Salah satu dampak yang sangat dirasakan sopir angkutan di kota Praya ini yakni membengkaknya pengeluaran, terutama untuk biaya operasional dalam pengisian BBM. Namun, mereka tetap akan bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kita berharap ada penyesuaian tarif, meskipun akhirnya bakal memberatkan penumpang," katanya.
Sementara itu, salah satu tukang ojek, Zaidi(45) mengaku kaget akan kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah beberapa hari yang lalu. Dia merasa kenaikan harga BBM menambah beban pengeluarannya sehari-hari.
"Saya kaget dan merasa keberatan juga," katanya.
Dia bercerita, dalam sehari biasa mengisi BBM jenis Pertalite sampai Rp 40 ribu. Ketika harga naik, ia harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk mengisi BBM jenis Pertalite.
"Saya pribadi isi Pertalite sehari Rp 40 ribu. Kalau ini naik, bertambah lagi dong," katanya.
Ia juga sebagai tukang ojek berharap harga BBM subsidi diturunkan kembali, sehingga biaya operasional tidak terlalu banyak yang dikeluarkan.
"Kalau bisa harga BBM diturunkan," katanya.
Salah satu supir angkutan umum asal Lombok Tengah, Putra Anom di Praya, Kamis mengatakan pihaknya belum berani menaikan tarif terlalu tinggi pasca kenaiakan BBM, karena pihaknya masih menunggu surat keputusan dari pemerintah daerah.
"Kalok untuk menaikan tarif itu bisa saja kita lakukan, tetapi akan menjadi dampak besar bagi kita, maka dari itu kalau kita naikan paling cuma seribu rupiah," katanya.
Ia mengatakan, tarif angkutan umum itu tergantung dari jarak operasional misalnya dari Praya-Sengkol yang biasanya Rp 10 ribu sekarang naik menjadi Rp 11 ribu atau Rp 12 ribu. Sedangkan untuk jarak dari Praya-Terminal Mandalikan Sweta, Kota Mataram Rp15 ribu-Rp 20 ribu.
"Penyesuaian tarif akan dilakukan hanya beberapa persen dari tarif biasanya," katanya
Salah satu dampak yang sangat dirasakan sopir angkutan di kota Praya ini yakni membengkaknya pengeluaran, terutama untuk biaya operasional dalam pengisian BBM. Namun, mereka tetap akan bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kita berharap ada penyesuaian tarif, meskipun akhirnya bakal memberatkan penumpang," katanya.
Sementara itu, salah satu tukang ojek, Zaidi(45) mengaku kaget akan kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah beberapa hari yang lalu. Dia merasa kenaikan harga BBM menambah beban pengeluarannya sehari-hari.
"Saya kaget dan merasa keberatan juga," katanya.
Dia bercerita, dalam sehari biasa mengisi BBM jenis Pertalite sampai Rp 40 ribu. Ketika harga naik, ia harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk mengisi BBM jenis Pertalite.
"Saya pribadi isi Pertalite sehari Rp 40 ribu. Kalau ini naik, bertambah lagi dong," katanya.
Ia juga sebagai tukang ojek berharap harga BBM subsidi diturunkan kembali, sehingga biaya operasional tidak terlalu banyak yang dikeluarkan.
"Kalau bisa harga BBM diturunkan," katanya.