Jakarta (ANTARA) - Indonesia akan menyoroti upaya pemenuhan hak asasi manusia (HAM) selama pandemi COVID-19 dalam Universal Periodic Review (UPR) ke-4 di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada 9-11 November 2022.
Menurut Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI Achsanul Habib, tema tersebut secara khusus akan disampaikan Indonesia dalam laporannya mengingat penanganan pandemi tetap memperhatikan perlindungan HAM bagi masyarakat.
“Ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang kita lakukan selama ini, termasuk yang dikuatkan dalam berbagai forum, termasuk dalam Presidensi G20 Indonesia,” ujar Habib dalam konferensi pers secara daring pada Kamis.
UPR adalah forum dialog dan kerja sama untuk meningkatkan kapasitas negara-negara anggota PBB dalam melaksanakan komitmen kemajuan dan perlindungan HAM, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 60/251 pada 2006.
Selain menggambarkan pokok-pokok capaian HAM Indonesia sejak pertemuan UPR ke-3 pada 2017 di depan negara-negara anggota PBB, pada UPR kali ini Indonesia akan berbagi praktik yang baik terkait beragam isu, seperti pemajuan hak perempuan dan anak, perlindungan kebebasan beragama, kebebasan ekspresi, hak kesehatan, serta hak pendidikan.
Kemlu selaku penjuru pemerintah Indonesia dalam pelaporan UPR telah menyampaikan naskah Laporan Nasional Indonesia kepada Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB sebelum tenggat 8 Agustus 2022. Laporan itu berisikan capaian, pembelajaran, dan tantangan pemenuhan dan pelindungan HAM di Indonesia selama lima tahun terakhir, termasuk tindak lanjut dari 167 rekomendasi yang diterima Indonesia pada sesi UPR ke-3 tahun 2017.
Laporan tersebut juga mencakup berbagai jenis kebijakan, perbaikan, dan inovasi baru untuk memenuhi hak perempuan, anak, penyandang disabilitas, lanjut usia, dan masyarakat hukum adat.
“Pada 2017, saat kita melakukan review ketiga, kita menerima 225 rekomendasi dari sekitar 100 negara dan kita pada akhirnya bisa menerima dan mendukung 167 rekomendasi di antaranya, yang kemudian menjadi komitmen Indonesia dalam melakukan perbaikan kebijakan di bidang HAM,” kata Habib.
Proses penyusunan Laporan Nasional Indonesia telah dilakukan secara inklusif, dengan menjaring masukan berharga dari berbagai institusi HAM nasional, akademisi dan organisasi masyarakat sipil, serta lembaga pemerintah. Pemerintah berkomitmen untuk terus melibatkan peran masyarakat sipil menjelang penyampaian Laporan UPR Indonesia hingga selepas partisipasi UPR.
Pembahasan UPR akan didasarkan pada tiga laporan, yakni Laporan Nasional Indonesia, kompilasi informasi dari PBB, dan rangkuman laporan-laporan yang disampaikan oleh pemangku kepentingan lainnya. Berbagai capaian HAM Indonesia yang akan disampaikan dalam UPR ke-4 juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi negara anggota PBB lainnya dalam hal peningkatan kapasitas HAM.
Sebaliknya, Indonesia siap mendengarkan tanggapan dari negara-negara lain dan kelompok masyarakat sipil atas langkah-langkah yang telah dilakukan, serta saran untuk meningkatkan upaya pemenuhan HAM di dalam negeri.
Baca juga: Khofifah minta Komnas HAM telusuri korban dipungut biaya RSSA
Baca juga: Tim Penyelesaian Nonyudisial HAM Berat bentuk komitmen presiden
“Mekanisme UPR bukan berarti suatu negara menyampaikan laporan kemudian diadili atas catatannya tersebut, tetapi ini adalah forum dialog dan kerja sama konstruktif untuk melihat bagaimana negara tersebut dapat dibantu oleh kerangka kerja sama internasional dalam pemajuan HAM-nya. Karena itu, outcome yang akan muncul dalam bentuk rekomendasi yang harus dibahas bersama kemudian akan diseleksi bersama mana yang harus didukung atau cukup dicatat saja,” ujar Habib, menjelaskan.
Dalam pembahasan Laporan Nasional UPR mendatang, delegasi Indonesia akan dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang didampingi Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Febrian A Ruddyard.