Mataram, 25/9 (ANTARA) - Kementerian Perdagangan (Kemdag) menggandeng Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) untuk mencerdaskan konsumen melalui pesan-pesan agama yang disampaikan lewat dakwah terutama menyangkut perlindungan konsumen.
"Kami sudah bekerja sama dengan Muhammadiyah dan NU membuat silabus mengenai perlindungan konsumen yang nantinya disampaikan kepada umat melalui ceramah sehingga konsumen tahu hak dan kewajibannya," kata Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen, Kemdag Nus Nuzulia Ishak, di Mataram, Selasa.
Hal itu dikatakannya pada acara sinkronisasi standarisasi dan perlindungan konsumen di Mataram, yang dihadiri Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi di kawasan timur Indonesia dan seluruh Kepala Disperindag Kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.
Menurut Nus, untuk memberikan perlindungan bagi konsumen di Indonesia, yang jumlahnya sekitar 240 juta jiwa, tidak mungkin dilakukan hanya oleh pemerintah, namun perlu dukungan dari komunitas masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU.
Modul perlindungan konsumen yang disusun bersama dengan para tokoh agama dari kalangan Muhammadiyah dan NU, akan menjadi bahan edukasi dalam persfektif Islam bagi umat muslim.
Selama ini, kata dia, Kemdag hanya menggandeng komunitas masyarakat nonreligius seperti tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan komunitas karang taruna dalam menyebarluaskan hak-hak dan kewajiban sebagai konsumen.
"Kami juga sudah memiliki 17.000 motivator konsumen. Kalau ditambah lagi dengan dukungan dari Muhammadiyah dan NU, maka jumlah motivator konsumen akan bertambah banyak," ujarnya.
Nus yang didampingi Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kemdag Srie Agustina, mengatakan, upaya memberikan perlindungan bagi konsumen sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Namun regulasi itu belum sepenuhnya dipahami secara baik oleh konsumen. Mereka cenderung tidak berani menyampaikan pengaduan kepada lembaga perlindungan konsumen jika merasa dirugikan.
Berbeda dengan di negara-negara Eropa, seperti Inggris, di mana konsumennya sudah mengetahui betul apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
"Jadi konsumen kita harus tahu apa haknya. Misalnya, label kemasan yang tidak ada, produk tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Itu hal sepele. Kalau tidak ada tertera di produk, konsumen harus berani melaporkannya," ujarnya.
Selain menggandeng Muhammadiyah dan NU, kata Nus, pihaknya juga berencana menggandeng tokoh agama lainnya yang ada di Indonesia seperti Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu untuk mendukung program pemerintah dalam upaya mencerdaskan konsumen. (*)
"Kami sudah bekerja sama dengan Muhammadiyah dan NU membuat silabus mengenai perlindungan konsumen yang nantinya disampaikan kepada umat melalui ceramah sehingga konsumen tahu hak dan kewajibannya," kata Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen, Kemdag Nus Nuzulia Ishak, di Mataram, Selasa.
Hal itu dikatakannya pada acara sinkronisasi standarisasi dan perlindungan konsumen di Mataram, yang dihadiri Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi di kawasan timur Indonesia dan seluruh Kepala Disperindag Kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.
Menurut Nus, untuk memberikan perlindungan bagi konsumen di Indonesia, yang jumlahnya sekitar 240 juta jiwa, tidak mungkin dilakukan hanya oleh pemerintah, namun perlu dukungan dari komunitas masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU.
Modul perlindungan konsumen yang disusun bersama dengan para tokoh agama dari kalangan Muhammadiyah dan NU, akan menjadi bahan edukasi dalam persfektif Islam bagi umat muslim.
Selama ini, kata dia, Kemdag hanya menggandeng komunitas masyarakat nonreligius seperti tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan komunitas karang taruna dalam menyebarluaskan hak-hak dan kewajiban sebagai konsumen.
"Kami juga sudah memiliki 17.000 motivator konsumen. Kalau ditambah lagi dengan dukungan dari Muhammadiyah dan NU, maka jumlah motivator konsumen akan bertambah banyak," ujarnya.
Nus yang didampingi Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kemdag Srie Agustina, mengatakan, upaya memberikan perlindungan bagi konsumen sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Namun regulasi itu belum sepenuhnya dipahami secara baik oleh konsumen. Mereka cenderung tidak berani menyampaikan pengaduan kepada lembaga perlindungan konsumen jika merasa dirugikan.
Berbeda dengan di negara-negara Eropa, seperti Inggris, di mana konsumennya sudah mengetahui betul apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
"Jadi konsumen kita harus tahu apa haknya. Misalnya, label kemasan yang tidak ada, produk tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Itu hal sepele. Kalau tidak ada tertera di produk, konsumen harus berani melaporkannya," ujarnya.
Selain menggandeng Muhammadiyah dan NU, kata Nus, pihaknya juga berencana menggandeng tokoh agama lainnya yang ada di Indonesia seperti Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu untuk mendukung program pemerintah dalam upaya mencerdaskan konsumen. (*)