Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan kondisi cadangan devisa Indonesia yang kian tergerus selama empat bulan terakhir, yakni dari bulan Juni 2022 sebesar 136,4 miliar dolar AS hingga Oktober 2022 yang sebesar 130,2 miliar dolar AS.
"Bahkan ini sebenarnya memang terus turun dari level puncaknya di September 2021 yang mencapai 146,9 miliar dolar AS, meski sempat sedikit meningkat beberapa kali setelahnya," kata Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam acara Respons Indef Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal-3 Tahun 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan penurunan cadangan devisa Indonesia disebabkan oleh kuatnya dolar AS belakangan ini, sehingga rupiah terus melemah. Hal tersebut tercermin pula dari kesanggupan cadangan devisa yang hanya bisa membiayai 5,8 bulan impor atau 5,6 bulan impor. Padahal, lanjut dia, jika dibandingkan dengan tahun 2019 nilai cadangan devisa sebesar 130 miliar dolar AS mampu membiayai impor selama 7 bulan sampai 8 bulan.
Maka dari itu, Eko menyebutkan perlu ada upaya untuk mengendalikan penurunan posisi cadangan devisa dengan memperkuat rupiah. Kondisi tersebut dinilai cukup penting di akhir tahun ini mengingat bulan Desember merupakan bulan permintaan dolar AS yang cukup tinggi, antara lain untuk liburan akhir tahun.
"Kita mengetahui bahwa COVID-19 sudah melandai sehingga kemungkinan permintaan dolar AS di masa liburan makin tinggi, karena mungkin selama dua tahun kemarin tidak ke luar negeri mungkin akhir tahun ini masyarakat akan mulai liburan ke luar negeri. Hal-hal semacam ini yang perlu diwaspadai agar rupiah tidak terus melemah hingga akhir tahun," tuturnya.
Baca juga: an
Baca juga: Modal Ventura BNI menopang pertumbuhan startup lokal
Selain itu, tambah Eko, impor Indonesia pun sudah mulai meningkat sehingga menambah permintaan dolar AS belakangan ini. Bahkan angkanya sudah mulai melebihi realisasi ekspor.
Dengan keadaan cadangan devisa yang tergerus saat ini, ia menilai keadaan ekonomi Indonesia di triwulan IV-2022 akan lebih menantang dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga diharapkan pemerintah perlu lebih sigap.
"Bahkan ini sebenarnya memang terus turun dari level puncaknya di September 2021 yang mencapai 146,9 miliar dolar AS, meski sempat sedikit meningkat beberapa kali setelahnya," kata Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam acara Respons Indef Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kuartal-3 Tahun 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan penurunan cadangan devisa Indonesia disebabkan oleh kuatnya dolar AS belakangan ini, sehingga rupiah terus melemah. Hal tersebut tercermin pula dari kesanggupan cadangan devisa yang hanya bisa membiayai 5,8 bulan impor atau 5,6 bulan impor. Padahal, lanjut dia, jika dibandingkan dengan tahun 2019 nilai cadangan devisa sebesar 130 miliar dolar AS mampu membiayai impor selama 7 bulan sampai 8 bulan.
Maka dari itu, Eko menyebutkan perlu ada upaya untuk mengendalikan penurunan posisi cadangan devisa dengan memperkuat rupiah. Kondisi tersebut dinilai cukup penting di akhir tahun ini mengingat bulan Desember merupakan bulan permintaan dolar AS yang cukup tinggi, antara lain untuk liburan akhir tahun.
"Kita mengetahui bahwa COVID-19 sudah melandai sehingga kemungkinan permintaan dolar AS di masa liburan makin tinggi, karena mungkin selama dua tahun kemarin tidak ke luar negeri mungkin akhir tahun ini masyarakat akan mulai liburan ke luar negeri. Hal-hal semacam ini yang perlu diwaspadai agar rupiah tidak terus melemah hingga akhir tahun," tuturnya.
Baca juga: an
Baca juga: Modal Ventura BNI menopang pertumbuhan startup lokal
Selain itu, tambah Eko, impor Indonesia pun sudah mulai meningkat sehingga menambah permintaan dolar AS belakangan ini. Bahkan angkanya sudah mulai melebihi realisasi ekspor.
Dengan keadaan cadangan devisa yang tergerus saat ini, ia menilai keadaan ekonomi Indonesia di triwulan IV-2022 akan lebih menantang dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga diharapkan pemerintah perlu lebih sigap.