Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menargetkan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) setelah hanya berada di peringkat 29 secara nasional. Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Hj Sitti Rohmi Djalilah mengakui IPM ditentukan oleh tiga faktor yakni pendidikan meliputi angka rata-rata lama sekolah, kesehatan meliputi angka harapan hidup dan ekonomi.
"Ini sangat ditentukan oleh ibu-ibunya, karena bagaimana mungkin kita bisa membangun IPM yang baik, anak-anak memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang tinggi, kalau ibu-ibunya tidak memiliki kemampuan untuk itu," ujarnya saat membuka kegiatan Seminar Pengasuhan Balita, Anak, dan Remaja yang diselenggarakan oleh Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) di Kota Mataram, Rabu.
Ia menegaskan bahwa NTB masih perlu kerja keras yang dilakukan secara konsisten, karena pendidikan dan harapan hidup tidak bisa dibangun dengan spontan. "Kita berusaha bagaimana caranya masyarakat NTB ini awet umurnya. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menyadarkan masyarakat kita akan pentingnya kesehatan," terang Ketua Umum BKOW NTB ini.
Wagub menyatakan NTB mendapatkan penghargaan sebagai salah satu provinsi terbaik yang memanfaatkan energi terbarukan di Indonesia dan diundang ke Denmark. Negara maju tersebut sudah memulai energi baru terbarukan sejak 50 tahun yang lalu melalui sosialisasi dari tingkat TK, SD, dan SMP. Dapat dilihat bahwa pendidikan, kesehatan, dan ekonomi menjadi pondasi suatu pembangunan.
"Disini Alhamdulillah kami selalu berusaha meningkatkan hal tersebut, contohnya mulai dari pemberian telur kepada anak-anak stunting, seminar dan sosialisasi terkait posyandu keluarga," katanya.
Saat ini angka stunting di NTB sudah berada di bawah 17 persen yang biasanya NTB selalu berada di posisi lima terendah di atas 30-70 persen. Dengan aktifnya Posyandu Keluarga dan adanya data "by name by address" yang tidak bisa dibantah, memudahkan intervensi langsung kepada anak-anak stunting di setiap dusun.
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis indeks pembangunan manusia di provinsi itu berada di urutan 29 dari 34 provinsi di Indonesia meskipun rata-rata pertumbuhan IPM pada 2010-2021 mencapai 1,06 persen per tahun. "IPM Provinsi NTB masih berada pada kategori capaian sedang dan masih berada di bawah nasional sebesar 72,29 persen," kata Kepala BPS NTB Wahyudin.
Meski demikian, ia mengatakan dalam satu dekade pembangunan manusia di NTB, terus mengalami kemajuan. IPM NTB meningkat dari 61,16 persen pada 2010 menjadi 68,14 pada 2019. Selama periode tersebut, IPM NTB rata-rata tumbuh sebesar 1,21 persen per tahun. Namun, pandemi COVID-19 telah membawa sedikit perubahan dalam pencapaian pembangunan manusia NTB.
Wahyudi menambahkan IPM pada 2020 tercatat sebesar 68,25 persen atau tumbuh 0,16 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kemudian IPM NTB pada 2021 adalah sebesar 68,65 atau tumbuh 0,59 persen.
"Pelambatan capaian IPM pada 2020 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan, sedangkan komponen lainnya masih tetap tumbuh positif," ujarnya.
Baca juga: Delegasi KTT G20 minta warga NTB doakan agar perang Rusia-Ukraina berakhir
Baca juga: Gubernur-DPRD NTB tandatangani KUA-PPAS 2023 Rp5,964 triliun
Ia juga menyebutkan dari indikator dimensi umur harapan hidup saat lahir (UHH) yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2021, UHH NTB telah meningkat sebesar 2,87 persen atau rata-rata tumbuh sebesar 0,40 persen per tahun.
Dari dimensi pengetahuan, lanjut Wahyudin, dibentuk oleh dua indikator, yaitu harapan lama sekolah (HLS) penduduk usia tujuh tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas. Kedua indikator itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2021, HLS NTB telah meningkat 2,24 tahun, sementara RLS meningkat 1,65 tahun.
"Ini sangat ditentukan oleh ibu-ibunya, karena bagaimana mungkin kita bisa membangun IPM yang baik, anak-anak memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang tinggi, kalau ibu-ibunya tidak memiliki kemampuan untuk itu," ujarnya saat membuka kegiatan Seminar Pengasuhan Balita, Anak, dan Remaja yang diselenggarakan oleh Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) di Kota Mataram, Rabu.
Ia menegaskan bahwa NTB masih perlu kerja keras yang dilakukan secara konsisten, karena pendidikan dan harapan hidup tidak bisa dibangun dengan spontan. "Kita berusaha bagaimana caranya masyarakat NTB ini awet umurnya. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menyadarkan masyarakat kita akan pentingnya kesehatan," terang Ketua Umum BKOW NTB ini.
Wagub menyatakan NTB mendapatkan penghargaan sebagai salah satu provinsi terbaik yang memanfaatkan energi terbarukan di Indonesia dan diundang ke Denmark. Negara maju tersebut sudah memulai energi baru terbarukan sejak 50 tahun yang lalu melalui sosialisasi dari tingkat TK, SD, dan SMP. Dapat dilihat bahwa pendidikan, kesehatan, dan ekonomi menjadi pondasi suatu pembangunan.
"Disini Alhamdulillah kami selalu berusaha meningkatkan hal tersebut, contohnya mulai dari pemberian telur kepada anak-anak stunting, seminar dan sosialisasi terkait posyandu keluarga," katanya.
Saat ini angka stunting di NTB sudah berada di bawah 17 persen yang biasanya NTB selalu berada di posisi lima terendah di atas 30-70 persen. Dengan aktifnya Posyandu Keluarga dan adanya data "by name by address" yang tidak bisa dibantah, memudahkan intervensi langsung kepada anak-anak stunting di setiap dusun.
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis indeks pembangunan manusia di provinsi itu berada di urutan 29 dari 34 provinsi di Indonesia meskipun rata-rata pertumbuhan IPM pada 2010-2021 mencapai 1,06 persen per tahun. "IPM Provinsi NTB masih berada pada kategori capaian sedang dan masih berada di bawah nasional sebesar 72,29 persen," kata Kepala BPS NTB Wahyudin.
Meski demikian, ia mengatakan dalam satu dekade pembangunan manusia di NTB, terus mengalami kemajuan. IPM NTB meningkat dari 61,16 persen pada 2010 menjadi 68,14 pada 2019. Selama periode tersebut, IPM NTB rata-rata tumbuh sebesar 1,21 persen per tahun. Namun, pandemi COVID-19 telah membawa sedikit perubahan dalam pencapaian pembangunan manusia NTB.
Wahyudi menambahkan IPM pada 2020 tercatat sebesar 68,25 persen atau tumbuh 0,16 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kemudian IPM NTB pada 2021 adalah sebesar 68,65 atau tumbuh 0,59 persen.
"Pelambatan capaian IPM pada 2020 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan, sedangkan komponen lainnya masih tetap tumbuh positif," ujarnya.
Baca juga: Delegasi KTT G20 minta warga NTB doakan agar perang Rusia-Ukraina berakhir
Baca juga: Gubernur-DPRD NTB tandatangani KUA-PPAS 2023 Rp5,964 triliun
Ia juga menyebutkan dari indikator dimensi umur harapan hidup saat lahir (UHH) yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2021, UHH NTB telah meningkat sebesar 2,87 persen atau rata-rata tumbuh sebesar 0,40 persen per tahun.
Dari dimensi pengetahuan, lanjut Wahyudin, dibentuk oleh dua indikator, yaitu harapan lama sekolah (HLS) penduduk usia tujuh tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas. Kedua indikator itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2021, HLS NTB telah meningkat 2,24 tahun, sementara RLS meningkat 1,65 tahun.