Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menelusuri tersangka baru pada kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Kepala Seksi Pidsus Kejari Lombok Timur Isa Anshori di Mataram, Kamis, menegaskan bahwa prinsip tersebut harus tetap menjadi bekal penyidik dalam menangani suatu perkara agar tidak berakhir seperti putusan bebas salah seorang terdakwa korupsi Dermaga Labuhan Haji.
"Jadi, kalau untuk tambahan tersangka, kami normatif saja, harus penuh kehati-hatian, jangan sampai terulang seperti di kasus Labuhan Haji yang ada divonis bebas," kata Isa ketika dihubungi.
Ia memastikan bahwa penyidikan kasus ini masih pendalaman keterangan saksi. Hal ini mengingat masih ada alat bukti yang perlu dikuatkan meskipun hasil audit kerugian negara sudah ada.
"Itulah makanya anggota DPRD yang sebelumnya sudah kami periksa, diagendakan lagi untuk pemeriksaan tambahan," ujarnya.
Selain dari kalangan DPRD, lanjut dia, penyidik masih secara intensif memeriksa saksi dari petugas Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang menyusun daftar calon petani dan calon lokasi (CPCL) untuk penerima di dua kecamatan wilayah Lombok Timur.
"Jadi, Ketua dan Sekretaris UPJA akan kami periksa kembali. Penerima bantuan dan yang membeli alsintan juga masih akan kami periksa," ucapnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan anggota DPRD Lombok Timur berinisial S; mantan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z; dan AM, eksekutor pembentuk UPJA di dua kecamatan wilayah Lombok Timur.
Ketiganya disangkakan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik pun telah mengantongi alat bukti yang menguatkan adanya dugaan tiga tersangka secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Salah satunya berkaitan dengan kerugian negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp3,8 miliar.
Menurut hitungan tim audit, kerugian muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur. Ada dugaan alat pertanian tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Dugaan lain, ada sejumlah barang yang dijual dan dibagikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tercantum sebagai penerima bantuan sesuai data CPCL.
Masing-masing tersangka dalam kasus ini terungkap memiliki peran berbeda. Dalam satu rangkaian, tersangka S diduga berperan sebagai orang yang menyuruh tersangka AM membentuk UPJA sebagai dasar penerbitan CPCL oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Data CPCL yang diterbitkan Z tidak melalui mekanisme verifikasi sehingga UPJA yang dibuat oleh AM atas suruhan S hanya dalam bentuk formalitas.
Proyek penyaluran bantuan alsintan melalui Dinas Pertanian Lombok Timur ini bersumber dari Bantuan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun anggaran 2018.
Dalam pengadaan, Pemerintah menyalurkan bantuan dalam bentuk alsintan untuk petani yang terdaftar dalam dua UPJA di wilayah Lombok Timur.
Bantuan alsintan itu berupa traktor roda empat sebanyak 5 unit, traktor roda dua sebanyak 60 unit, pompa air berdiameter 3 inci sebanyak 121 unit, pompa air irigasi sebanyak 29 unit, dan hand sprayer sebanyak 250 unit.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Lombok Timur Isa Anshori di Mataram, Kamis, menegaskan bahwa prinsip tersebut harus tetap menjadi bekal penyidik dalam menangani suatu perkara agar tidak berakhir seperti putusan bebas salah seorang terdakwa korupsi Dermaga Labuhan Haji.
"Jadi, kalau untuk tambahan tersangka, kami normatif saja, harus penuh kehati-hatian, jangan sampai terulang seperti di kasus Labuhan Haji yang ada divonis bebas," kata Isa ketika dihubungi.
Ia memastikan bahwa penyidikan kasus ini masih pendalaman keterangan saksi. Hal ini mengingat masih ada alat bukti yang perlu dikuatkan meskipun hasil audit kerugian negara sudah ada.
"Itulah makanya anggota DPRD yang sebelumnya sudah kami periksa, diagendakan lagi untuk pemeriksaan tambahan," ujarnya.
Selain dari kalangan DPRD, lanjut dia, penyidik masih secara intensif memeriksa saksi dari petugas Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang menyusun daftar calon petani dan calon lokasi (CPCL) untuk penerima di dua kecamatan wilayah Lombok Timur.
"Jadi, Ketua dan Sekretaris UPJA akan kami periksa kembali. Penerima bantuan dan yang membeli alsintan juga masih akan kami periksa," ucapnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan anggota DPRD Lombok Timur berinisial S; mantan Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z; dan AM, eksekutor pembentuk UPJA di dua kecamatan wilayah Lombok Timur.
Ketiganya disangkakan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik pun telah mengantongi alat bukti yang menguatkan adanya dugaan tiga tersangka secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Salah satunya berkaitan dengan kerugian negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp3,8 miliar.
Menurut hitungan tim audit, kerugian muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur. Ada dugaan alat pertanian tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Dugaan lain, ada sejumlah barang yang dijual dan dibagikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tercantum sebagai penerima bantuan sesuai data CPCL.
Masing-masing tersangka dalam kasus ini terungkap memiliki peran berbeda. Dalam satu rangkaian, tersangka S diduga berperan sebagai orang yang menyuruh tersangka AM membentuk UPJA sebagai dasar penerbitan CPCL oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur berinisial Z.
Data CPCL yang diterbitkan Z tidak melalui mekanisme verifikasi sehingga UPJA yang dibuat oleh AM atas suruhan S hanya dalam bentuk formalitas.
Proyek penyaluran bantuan alsintan melalui Dinas Pertanian Lombok Timur ini bersumber dari Bantuan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun anggaran 2018.
Dalam pengadaan, Pemerintah menyalurkan bantuan dalam bentuk alsintan untuk petani yang terdaftar dalam dua UPJA di wilayah Lombok Timur.
Bantuan alsintan itu berupa traktor roda empat sebanyak 5 unit, traktor roda dua sebanyak 60 unit, pompa air berdiameter 3 inci sebanyak 121 unit, pompa air irigasi sebanyak 29 unit, dan hand sprayer sebanyak 250 unit.