Mataram (Antara Mataram) - Manajemen PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) masih membahas "smelter" atau tempat pemurnian konsentrat di Indonesia, dengan tiga perusahaan mitra, sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
"Masih tahap pembahasan dengan tiga perusahaan, nanti perkembangannya dilaporkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi," kata Kepala Departemen Komunikasi PTNNT Ruby Purnomo, di sela-sela pertemuan silaturahmi dan buka puasa bersama PTNNT dengan media, di Mataram, Jumat.
Ruby menyebut tiga perusahaan itu yakni PT Nusantara Smelting, PT Indosmelt, dan PT Indovasi Mineral Indonesia.
Ia mengatakan, Newmont tidak harus membangun "smelter" di Indonesia, karena Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba hanya mengharuskan perusahaan tambang melakukan pemurnian di dalam negeri.
Karena itu, Newmont menempuh upaya pembahasan "smelter" dengan tiga perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia itu.
"Sampai sekarang belum selesai pembahasannya. Tapi, perkembangannya selalu dilaporkan ke pemerintah," ujarnya.
Ruby menyebut target produksi tambang PTNNT 2013, yakni konsentrat tembaga sebanyak 192 juta pond, emas sebanyak 65 ribu ons, dan perak sebanyak 400 ribu ons.
Sebelumnya, Komisaris PTNNT DR Kurtubi mengatakan, pengelolaan biji tambang emas dan tembaga diupayakan berlangsung di Indonesia agar tidak harus dibawa ke luar negeri.
Kurtubi mengaku akan bekerja keras memperjuangkan keberadaan tempat pengolahan biji tambang atau "smelter di Indonesia, untuk mengolah hasil tambang tembaga dan emas PTNNT yang selama ini selalu dilakukan di luar negeri.
Sejauh ini, konsentrat yang dihasilkan dari lokasi tambang PTNNT di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, diangkut dari gudang penyimpangan di Benete ke berbagai negara yakni Indonesia, Jepang, Australia, Korea, India dan Eropa, serta negara lainnya, untuk diolah lebih lanjut.
"Saya sebagai Komisaris PTNNT akan berupaya dengan cara saya, misalnya saat RUPS, tidak harus dibawa ke luar negeri, juga tidak hanya ke Gresik (smelter milik Bakrie Group)," ujar Kurtubi.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi NTB M Husni mengatakan, pemerintah terus mendorong PTNNT agar membangun industri pemurnian konsentrat karena ekspor bahan mentah hasil tambang tidak diperbolehkan lagi pada 2014.
Pemurnian mineral secara keseluruhan di dalam negeri akan mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat NTB.
Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, mengamanatkan upaya peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
Perusahaan tambang diwajibkan mengolah hasil tambang di dalam negeri dan dilarang mengekspor bahan mentah, terutama mineral logam seperti litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, bauksit, dan zirconium.
"Kami terus mendorong Newmont untuk bangun industri pengolahan konsentrat, kalau tidak bisa skala besar yang menengah saja misalnya," ujarnya.
Menurut Husni, manajemen PTNNT sudah melakukan kajian tentang industri pemurnian konsentrat di wilayah NTB, namun belum melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Provinsi NTB maupun pemerintah pusat.
Diduga, PTNNT masih enggan membangun industri pemurnian konsentrat itu karena dua alasan utama yakni adanya keterbatasan daya dukung lingkungan, dan belum berintegrasi dengan industri terkait lainnya seperti Petrokimia.
"Newmont sudah kaji tetapi belum laporkan hasilnya, mungkin karena dua hal itu. Tetapi, kami terus mendorong agar dapat membangun industri pemurnian konsentrat skala menengah, dan Pemprov NTB akan memfasilitasinya, seperti menyediakan peraturan daerah yang antara lain menekankan isu besar yakni soal nilai tambah usaha pertambangan," ujarnya.
Kini, NTB telah memiliki perda pengelolaan tambang minerba, yang ditetapkan 20 Februari 2012. Dalam perda itu juga diatur tentang pengelolaan "smelter" atau penampungan konsentrat hasil eksploitasi. (*)
"Masih tahap pembahasan dengan tiga perusahaan, nanti perkembangannya dilaporkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi," kata Kepala Departemen Komunikasi PTNNT Ruby Purnomo, di sela-sela pertemuan silaturahmi dan buka puasa bersama PTNNT dengan media, di Mataram, Jumat.
Ruby menyebut tiga perusahaan itu yakni PT Nusantara Smelting, PT Indosmelt, dan PT Indovasi Mineral Indonesia.
Ia mengatakan, Newmont tidak harus membangun "smelter" di Indonesia, karena Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba hanya mengharuskan perusahaan tambang melakukan pemurnian di dalam negeri.
Karena itu, Newmont menempuh upaya pembahasan "smelter" dengan tiga perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia itu.
"Sampai sekarang belum selesai pembahasannya. Tapi, perkembangannya selalu dilaporkan ke pemerintah," ujarnya.
Ruby menyebut target produksi tambang PTNNT 2013, yakni konsentrat tembaga sebanyak 192 juta pond, emas sebanyak 65 ribu ons, dan perak sebanyak 400 ribu ons.
Sebelumnya, Komisaris PTNNT DR Kurtubi mengatakan, pengelolaan biji tambang emas dan tembaga diupayakan berlangsung di Indonesia agar tidak harus dibawa ke luar negeri.
Kurtubi mengaku akan bekerja keras memperjuangkan keberadaan tempat pengolahan biji tambang atau "smelter di Indonesia, untuk mengolah hasil tambang tembaga dan emas PTNNT yang selama ini selalu dilakukan di luar negeri.
Sejauh ini, konsentrat yang dihasilkan dari lokasi tambang PTNNT di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, diangkut dari gudang penyimpangan di Benete ke berbagai negara yakni Indonesia, Jepang, Australia, Korea, India dan Eropa, serta negara lainnya, untuk diolah lebih lanjut.
"Saya sebagai Komisaris PTNNT akan berupaya dengan cara saya, misalnya saat RUPS, tidak harus dibawa ke luar negeri, juga tidak hanya ke Gresik (smelter milik Bakrie Group)," ujar Kurtubi.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi NTB M Husni mengatakan, pemerintah terus mendorong PTNNT agar membangun industri pemurnian konsentrat karena ekspor bahan mentah hasil tambang tidak diperbolehkan lagi pada 2014.
Pemurnian mineral secara keseluruhan di dalam negeri akan mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat NTB.
Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, mengamanatkan upaya peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
Perusahaan tambang diwajibkan mengolah hasil tambang di dalam negeri dan dilarang mengekspor bahan mentah, terutama mineral logam seperti litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, bauksit, dan zirconium.
"Kami terus mendorong Newmont untuk bangun industri pengolahan konsentrat, kalau tidak bisa skala besar yang menengah saja misalnya," ujarnya.
Menurut Husni, manajemen PTNNT sudah melakukan kajian tentang industri pemurnian konsentrat di wilayah NTB, namun belum melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Provinsi NTB maupun pemerintah pusat.
Diduga, PTNNT masih enggan membangun industri pemurnian konsentrat itu karena dua alasan utama yakni adanya keterbatasan daya dukung lingkungan, dan belum berintegrasi dengan industri terkait lainnya seperti Petrokimia.
"Newmont sudah kaji tetapi belum laporkan hasilnya, mungkin karena dua hal itu. Tetapi, kami terus mendorong agar dapat membangun industri pemurnian konsentrat skala menengah, dan Pemprov NTB akan memfasilitasinya, seperti menyediakan peraturan daerah yang antara lain menekankan isu besar yakni soal nilai tambah usaha pertambangan," ujarnya.
Kini, NTB telah memiliki perda pengelolaan tambang minerba, yang ditetapkan 20 Februari 2012. Dalam perda itu juga diatur tentang pengelolaan "smelter" atau penampungan konsentrat hasil eksploitasi. (*)