Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dr Mamang Bagiansah mengatakan persyaratan RSUD Praya untuk naik kelas tipe C ke B masih terkendala keterbatasan jumlah dokter spesialis yang masih belum bisa dipenuhi. "Untuk naik tipe itu harus ada penambahan dokter spesialis, itu menjadi salah satu syarat," katanya di Praya, Minggu.
Selain itu, yang harus dilakukan pemerintah daerah juga bagaimana mendorong supaya rumah sakit tipe D untuk diupayakan naik ke tipe C, sehingga jangan sampai RSUD Praya naik tipe B, tetapi rumah sakit lain masih tipe D. "Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk naik tipe B, termasuk kebutuhan jumlah dokter dan fasilitas lainnya," katanya.
Ia mengatakan, untuk naik tipe B tersebut minimal jumlah dokter spesialis itu masing-masing dua orang, sehingga pelayanan bisa lebih maksimal. Seperti dokter spesialis penyakit dalam harus dua orang, spesialis jantung dua orang, spesialis syaraf dua orang, kulit dua orang dan beberapa dokter spesialis lainnya harus dua orang. "Artinya setiap bidang memiliki dua dokter spesialis, supaya pelayanan tidak terputus," katanya.
Sementara itu, kondisi dokter spesialis di RSUD Praya masih kurang sekitar 10 dokter spesialis seperti dokter spesialis jantung satu orang, syaraf satu orang, kulit satu orang, paru-paru satu orang, spesialis onkologi satu orang, ortopedi satu orang.
Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap pelayanan, namun pihaknya tetap memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah ada saat ini. "Kalau dokter umum kita ada 6 orang," katanya.
Ia mengatakan, persoalan kekurangan tenaga Dokter telah menjadi isu nasional, sehingga diharapkan adalah pemerataan supaya dokter yang telah lulus itu tidak di satu daerah. Sehingga harus ada regulasi dalam penempatan dokter spesialis yang telah lulus tersebut. "Harus ada regulasi yang mengatur, seperti ketika mereka disekolahkan, setelah lulus siap ditempatkan di daerah asal atau dimana yang membutuhkan," katanya.
Baca juga: RSUD Mandalika meluncurkan layanan MCU
Baca juga: Pemprov NTB menggelar operasi massal bibir sumbing gratis
Selain itu, persoalan pemerataan dokter ini dampak dari kesejahteraan yang tidak sama di masing-masing daerah, sehingga mereka lebih memilih tempat di daerah yang pendapatan cukup tinggi. Sehingga pemerintah harus juga mengatur supaya kesejahteraan dokter di semua daerah itu sama, mau banyak pendapatan asli daerah (PAD) atau tidak. "Harus ada sistem yang mengatur hal itu, jika ingin ada pemerataan kebutuhan dokter spesialis," katanya.
Selain itu, yang harus dilakukan pemerintah daerah juga bagaimana mendorong supaya rumah sakit tipe D untuk diupayakan naik ke tipe C, sehingga jangan sampai RSUD Praya naik tipe B, tetapi rumah sakit lain masih tipe D. "Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk naik tipe B, termasuk kebutuhan jumlah dokter dan fasilitas lainnya," katanya.
Ia mengatakan, untuk naik tipe B tersebut minimal jumlah dokter spesialis itu masing-masing dua orang, sehingga pelayanan bisa lebih maksimal. Seperti dokter spesialis penyakit dalam harus dua orang, spesialis jantung dua orang, spesialis syaraf dua orang, kulit dua orang dan beberapa dokter spesialis lainnya harus dua orang. "Artinya setiap bidang memiliki dua dokter spesialis, supaya pelayanan tidak terputus," katanya.
Sementara itu, kondisi dokter spesialis di RSUD Praya masih kurang sekitar 10 dokter spesialis seperti dokter spesialis jantung satu orang, syaraf satu orang, kulit satu orang, paru-paru satu orang, spesialis onkologi satu orang, ortopedi satu orang.
Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap pelayanan, namun pihaknya tetap memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah ada saat ini. "Kalau dokter umum kita ada 6 orang," katanya.
Ia mengatakan, persoalan kekurangan tenaga Dokter telah menjadi isu nasional, sehingga diharapkan adalah pemerataan supaya dokter yang telah lulus itu tidak di satu daerah. Sehingga harus ada regulasi dalam penempatan dokter spesialis yang telah lulus tersebut. "Harus ada regulasi yang mengatur, seperti ketika mereka disekolahkan, setelah lulus siap ditempatkan di daerah asal atau dimana yang membutuhkan," katanya.
Baca juga: RSUD Mandalika meluncurkan layanan MCU
Baca juga: Pemprov NTB menggelar operasi massal bibir sumbing gratis
Selain itu, persoalan pemerataan dokter ini dampak dari kesejahteraan yang tidak sama di masing-masing daerah, sehingga mereka lebih memilih tempat di daerah yang pendapatan cukup tinggi. Sehingga pemerintah harus juga mengatur supaya kesejahteraan dokter di semua daerah itu sama, mau banyak pendapatan asli daerah (PAD) atau tidak. "Harus ada sistem yang mengatur hal itu, jika ingin ada pemerataan kebutuhan dokter spesialis," katanya.