Mataram (Antara Mataram) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendorong berbagai elemen untuk memperkuat integritas antikorupsi di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dapat dimulai dari lingkungan aktivitas masing-masing.

"Sejumlah elemen daerah di NTB didorong untuk mulai mengambil inisiatif bagaimana memperkuat integritas pada lingkungan aktivitasnya masing-masing," kata Sekjen Fitra Ervyn Kaffah, dalam diskusi terbatas mengenai "Demokrasi dan Kesejahteraan", di Mataram, Jumat.

Diskusi yang difasilitasi Fitra sebagai mitra lokal dari Indonesian Corruption Watch (ICW) itu, dihadiri para aktivis transparansi, insan pers dan perwakilan unsur pemerintah daerah.

Ervyn mengatakan dengan dimulainya upaya reformasi birokrasi, rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta inisiatif bagi terwujudnya keterbukaan informasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB, dapat dijadikan momentum bersama bagi pilar-pilar bangsa lainnya untuk mulai memperkuat integritas di daerah.

Menurut dia, jika ingin memetik "buah", integritas harus dikembangkan di semua lini di daerah.

Berbagai elemen daerah yang diharapkan untuk mulai ikut berbenah antara lain di sektor usaha, di sejumlah institusi penegak hukum yang bertugas memberi layanan penegakan hukum, keadilan dan keamanan, serta yang tak kalah pentingnya di sektor politik.

"Kita harus mengambil posisi untuk memperluas komitmen bersama memperkuat pilar integritas di daerah, sebagai prasyarat berkembangnya demokrasi yang bersih dan sehat, serta output layanan publik yang bisa lebih memuaskan masyarakat," ujarnya.

Mantan aktivis mahasiswa Universitas Mataram (Unram) yang juga eksponen penggerak Angkatan 1998 itu, berpandangan bahwa sejumlah asosiasi usaha seperti Kadin, Gapensi, dan asosiasi sejenisnya, diharapkan dapat menjadi motor penggerak agenda memperkuat integritas di sektor usaha.

Hal itu, menurutnya, dapat dimulai dengan mulai mengembangkan dorongan bagi terciptanya iklim usaha yang bersih dan bebas dari suap.

"Jadi bisa dimulai dengan memperluas kesepakatan di antara para pelaku usaha sendiri mengenai aspek etika bisnis yang sehat dan legal," ujarnya.

Di sektor hukum, Ervyn menilai reformasi hukum sejauh ini baru mulai berjalan di tingkat pusat, sementara di daerah belum terlihat adanya sebuah desain yang disusun bersama sebagai panduan dalam melakukan pembenahan.

Hal tersebut cukup logis jika ditilik dari sisi kelembagaan hukum yang hirarkis, namun rakyat sudah terlalu lama menunggu, sehingga diperlukan kreativitas para penegak hukum dan "stakeholder" hukum di daerah untuk mengambil inisiatif.

"Misalnya, bagaimana institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan di NTB menyusun desain bersama untuk mendorong reformasi hukum di daerah," ujarnya.

Ia berharap asosiasi-asosiasi profesi seperti Peradi, KAI, dan Ikadin (pengacara dan advokat), asosiasi notaris, asosiasi akuntan, juga ikut memberikan perhatian pada penguatan integritas di kalangan profesi.

Ervyn menilai saat ini sektor politik masih menghadapi pesimisme akibat masih buruknya pola pendanaan politik yang umumnya didominasi oleh sumber-sumber pendanaan yang belum bisa terklarifikasi keabsahannya.

"Kami berharap para politisi yang aktif di partai politiknya masing-masing juga mengambil posisi pada barisan terdepan untuk memperkuat integritas. Sehingga ruang politik kita menjadi lebih sehat, bisa lebih merepresentasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat luas, dan mampu menghasilkan sejumlah kerangka kebijakan strategis yang sesuai harapan publik luas menjelang Pemilu 2014," ujarnya. (*)

Pewarta : Oleh Anwar Maga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024