Pontianak (ANTARA) - Komisi XI DPR RI meminta seluruh perusahaan sawit yang ada di Kalimantan Barat untuk menyalurkan dana tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) sesuai dengan aturan yang ada.
"Terkait kepatuhan perusahaan sawit itu punya kewajiban untuk memberikan CSR dan harus menyalurkan dana tersebut sesuai dengan aturan undang-undang PT. Ini menjadi masukan dalam pertemuan," kata Wakil Ketua Komisi XI RI Dolfie O. F.P. IR saat menghadiri kegiatan dalam rangka fungsi pengawasan terkait dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terhadap peremajaan kelapa sawit di Provinsi Kalbar, di Pontianak, Kamis.
Ia juga mengatakan, DPR RI akan mendorong peremajaan pohon sawit yang dilakukan oleh perusahaan dan mendorong aspirasi dari wilayah-wilayah penghasil kelapa sawit.
"Kita perlu mengundang Komite Pengarah, karena penentuan dari alokasi penggunaan dana sawit ini ditentukan oleh Komite Pengarah. Seperti tadi kita lihat profilnya, 1 persen itu digunakan untuk kegiatan sosial, 5 persen digunakan untuk peremajaan, dan 94 persen itu digunakan untuk kepentingan biodiesel," tuturnya.
Ia juga meminta agar bagaimana peremajaan dan kegiatan sosial ini porsinya bisa diperbesar untuk kegiatan sosial ini, seperti pembangunan sarana dan prasarana, bantuan beasiswa, pelatihan dan lain sebagainya.
"Sekarang ini baru 1 persen dari Rp121 triliun yang sudah disalurkan. Tentu kita ingin porsi yang 1 persen itu bisa lebih besar, sehingga bisa memberi akses yang lebih luas bagi kebun rakyat untuk peremajaan," katanya.
Selain itu, ia juga menyampaikan terkait stabilisasi harga Pabrik Kelapa Sawit (TBS) itu penting untuk dijaga dan sinergitas oleh pihak terkait demi kesejahteraan rakyat khususnya petani sawit. "Pertemuan inilah yang membuat kita menemukan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dan dikoordinasikan antara kementerian di pemerintahan, baik itu dari kementerian pertanian, Kementerian LHK, dan kementerian pertahanan untuk membuat regulasi yang bisa berjalan di lapangan, intinya saling bersinergi," tuturnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menekankan kepada perusahaan terkait dana CSR pengaturannya harus jelas "Jangan sampai perusahaan ini istilahnya jeruk makan jeruk, CSR yang seharusnya disalurkan untuk membantu masyarakat, tetapi malah digunakan untuk operasional perusahaan itu sendiri. Jadi, harus jelas siapa pelaksana, pengawas dan lainnya," kata Sutarmdiji.
Baca juga: Sambut Natal, Aruna Senggigi Berikan Donasi ke Panti Asuhan di Mataram
Baca juga: PGN tanam 1.000 mangrove di wisata Pandan Alas Lampung
Menurut Sutarmidji, kerugian negara bukan hanya dari APBN atau APBD saja, tetapi juga dari aturan undang-undang yang tidak jelas. "Undang-undang itu regulasi pemerintah, menurut saya setiap yang merupakan regulasi itu masuk ranah kerugian negara. Kerugian negara bukan dari APBN atau APBD saja tetapi ini juga kerugian negara karena aturan undang-undangnya jelas," katanya.
"Terkait kepatuhan perusahaan sawit itu punya kewajiban untuk memberikan CSR dan harus menyalurkan dana tersebut sesuai dengan aturan undang-undang PT. Ini menjadi masukan dalam pertemuan," kata Wakil Ketua Komisi XI RI Dolfie O. F.P. IR saat menghadiri kegiatan dalam rangka fungsi pengawasan terkait dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terhadap peremajaan kelapa sawit di Provinsi Kalbar, di Pontianak, Kamis.
Ia juga mengatakan, DPR RI akan mendorong peremajaan pohon sawit yang dilakukan oleh perusahaan dan mendorong aspirasi dari wilayah-wilayah penghasil kelapa sawit.
"Kita perlu mengundang Komite Pengarah, karena penentuan dari alokasi penggunaan dana sawit ini ditentukan oleh Komite Pengarah. Seperti tadi kita lihat profilnya, 1 persen itu digunakan untuk kegiatan sosial, 5 persen digunakan untuk peremajaan, dan 94 persen itu digunakan untuk kepentingan biodiesel," tuturnya.
Ia juga meminta agar bagaimana peremajaan dan kegiatan sosial ini porsinya bisa diperbesar untuk kegiatan sosial ini, seperti pembangunan sarana dan prasarana, bantuan beasiswa, pelatihan dan lain sebagainya.
"Sekarang ini baru 1 persen dari Rp121 triliun yang sudah disalurkan. Tentu kita ingin porsi yang 1 persen itu bisa lebih besar, sehingga bisa memberi akses yang lebih luas bagi kebun rakyat untuk peremajaan," katanya.
Selain itu, ia juga menyampaikan terkait stabilisasi harga Pabrik Kelapa Sawit (TBS) itu penting untuk dijaga dan sinergitas oleh pihak terkait demi kesejahteraan rakyat khususnya petani sawit. "Pertemuan inilah yang membuat kita menemukan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dan dikoordinasikan antara kementerian di pemerintahan, baik itu dari kementerian pertanian, Kementerian LHK, dan kementerian pertahanan untuk membuat regulasi yang bisa berjalan di lapangan, intinya saling bersinergi," tuturnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menekankan kepada perusahaan terkait dana CSR pengaturannya harus jelas "Jangan sampai perusahaan ini istilahnya jeruk makan jeruk, CSR yang seharusnya disalurkan untuk membantu masyarakat, tetapi malah digunakan untuk operasional perusahaan itu sendiri. Jadi, harus jelas siapa pelaksana, pengawas dan lainnya," kata Sutarmdiji.
Baca juga: Sambut Natal, Aruna Senggigi Berikan Donasi ke Panti Asuhan di Mataram
Baca juga: PGN tanam 1.000 mangrove di wisata Pandan Alas Lampung
Menurut Sutarmidji, kerugian negara bukan hanya dari APBN atau APBD saja, tetapi juga dari aturan undang-undang yang tidak jelas. "Undang-undang itu regulasi pemerintah, menurut saya setiap yang merupakan regulasi itu masuk ranah kerugian negara. Kerugian negara bukan dari APBN atau APBD saja tetapi ini juga kerugian negara karena aturan undang-undangnya jelas," katanya.