Mataram (Antara Mataram) - Lebih dari 30 orang mahasiswa lintas agama di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang tergabung dalam Jaringan Aktivis Pemilu menggelar unjuk rasa menolak praktik "politik kotor", Selasa.
Unjuk rasa digelar di jalan depan Markas Polda NTB, dan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB di Mataram.
Aksi serupa juga digelar di simpang empat Jalan Langko-Jalan Udayana-Jalan Pejanggik-Jalan Airlangga, Kota Mataram, sebelum beraksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB yang letaknya bersebelahan dengan gedung DPRD NTB.
Jaringan aktivis pemilu itu merupakan kelompok mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Himpunan Mahasiswa Budha Indonesia (Hikmahbudhi).
Aksi mahasiswa lintas agama itu dikoordinir Amir Mahmud dari HMI, dibantu Ino dari PMKRI dan Sugiartana dari Hikmabudhi.
Dalam aksinya, mereka mengajak dan menyerukan seluruh rakyat Indonesia, agar menolak praktik "politik kotor" seperti politik uang, praktik suap dalam politik, dan menolak parpol yang berkampanye melibatkan anak-anak.
Ajakan dan seruan lainnya yakni laporkan partai politik yang melanggar aturan kampanye, dan tindak tegas parpol yang tidak transparan dalam pengelolaan dana.
"Kami juga mendesak dilakukannya tindak tegas terhadap oknum PNS yang terlibat politik praktis, tolak kampanye golput, kampanye hitam, dan menolak parpol yang berkapanye tidak menampilkan visi dan misi serta program kerja yang terarah," ujar Amir dalam orasinya.
Ia juga menyoroti pengawasan terhadap media massa baik cetak maupun elektronik yang hanya memihak parpol tertentu.
Unjuk rasa itu juga diwarnai pagelaran spanduk dan alat peraga lainnya yang berisi pernyataan sesuai tuntutan kelompok mahasiswa lintas agama itu.
Saat berunjuk rasa di Kantor KPU NTB, perwakilan massa aksi sempat masuk ke dalam kantor guna mengecek aktivitas komisioner KPU, namun tidak menemukan seorang pun karena para komisioner sedang turun ke lapangan untuk sosialisasi tata cara pemungutan suara.
Unjuk rasa itu juga berlangsung aman dan lancar, meskipun diwarnai konvoi sepeda motor, karena berada dalam pengawalan aparat kepolisian. (*)
Unjuk rasa digelar di jalan depan Markas Polda NTB, dan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB di Mataram.
Aksi serupa juga digelar di simpang empat Jalan Langko-Jalan Udayana-Jalan Pejanggik-Jalan Airlangga, Kota Mataram, sebelum beraksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB yang letaknya bersebelahan dengan gedung DPRD NTB.
Jaringan aktivis pemilu itu merupakan kelompok mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Himpunan Mahasiswa Budha Indonesia (Hikmahbudhi).
Aksi mahasiswa lintas agama itu dikoordinir Amir Mahmud dari HMI, dibantu Ino dari PMKRI dan Sugiartana dari Hikmabudhi.
Dalam aksinya, mereka mengajak dan menyerukan seluruh rakyat Indonesia, agar menolak praktik "politik kotor" seperti politik uang, praktik suap dalam politik, dan menolak parpol yang berkampanye melibatkan anak-anak.
Ajakan dan seruan lainnya yakni laporkan partai politik yang melanggar aturan kampanye, dan tindak tegas parpol yang tidak transparan dalam pengelolaan dana.
"Kami juga mendesak dilakukannya tindak tegas terhadap oknum PNS yang terlibat politik praktis, tolak kampanye golput, kampanye hitam, dan menolak parpol yang berkapanye tidak menampilkan visi dan misi serta program kerja yang terarah," ujar Amir dalam orasinya.
Ia juga menyoroti pengawasan terhadap media massa baik cetak maupun elektronik yang hanya memihak parpol tertentu.
Unjuk rasa itu juga diwarnai pagelaran spanduk dan alat peraga lainnya yang berisi pernyataan sesuai tuntutan kelompok mahasiswa lintas agama itu.
Saat berunjuk rasa di Kantor KPU NTB, perwakilan massa aksi sempat masuk ke dalam kantor guna mengecek aktivitas komisioner KPU, namun tidak menemukan seorang pun karena para komisioner sedang turun ke lapangan untuk sosialisasi tata cara pemungutan suara.
Unjuk rasa itu juga berlangsung aman dan lancar, meskipun diwarnai konvoi sepeda motor, karena berada dalam pengawalan aparat kepolisian. (*)